|
BANJIR kembali menghantui warga Jakarta. Hampir setiap hari hujan mengguyur ibu kota negara ini, yang mengakibatkan genangan air sudah terjadi di beberapa tempat. Walaupun genangan air itu belum membuat sebagian warga harus mengungsi, tapi di beberapa wilayah seperti Jakarta Selatan telah siaga banjir. Kalau dilihat secara geografis, Kota Jakarta yang 40 persen luasnya berada di bawah permukaan laut dan dikelilingi sekitar 13 sungai, suatu hal yang wajar kalau kota megapolitan ini rawan banjir. Di samping itu, fakta lain menunjukkan telah terjadi perubahan fungsi lahan sejalan dengan perkembangan kota di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur (Bopunjur) dengan luas 85.000 hektare. Hal ini menyebabkan terjadinya penambahan debit air sungai melampaui kapasitas maksimumnya (menambah run-off air). Belum lagi, ada masalah eksploitasi air tanah dalam yang berlebihan menyebabkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence). Kalau begitu, mungkinkah Jakarta bebas banjir? ''Departemen Pekerjaan Umum melakukan berbagai upaya antisipasi banjir. Di antaranya, mempertahankan kapasitas sungai yang ada saat ini dengan melakukan pengerukan-pengerukan sungai agar daya tampung air di alur sungai lebih banyak. Namun, apabila terjadi curah hujan dengan tinggi 25-50 milimeter seperti 2002 lalu, tetap saja Jakarta kemungkinan banjir,'' ungkap Dirjen Sumber Daya Air Departemen PU, Basoeki Hadimoeljono, pekan lalu. Optimalisasi kanal Prasarana lain yang tak kalah mendesak harus segera diselesaikan adalah pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) yang perencanaannya sudah dilakukan sejak Belanda masih berkuasa. Pembangunan BKT melewati berbagai kelurahan di Jakarta Timur hingga Jakarta Utara, dengan panjang mencapai 26,3 kilometer. Namun, pembangunan proyek yang memerlukan dana Rp15 triliun-Rp17 triliun itu mempunyai persoalan sendiri. Selain karena pengucuran dana dari pusat yang masih tersendat, persoalan serius yang kini dihadapi Pemprov DKI adalah tuntutan ganti rugi untuk pembebasan lahan yang tidak masuk akal. Lebih dari 75 persen lahan yang akan dilewati proyek BKT itu milik warga. Sementara, salah satu cara untuk mengendalikan banjir adalah bagaimana menata daerah sepanjang bantaran kali. Lewat saluran BKT itu, luapan air dari Kali Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Cakung --yang merupakan kawasan bisnis, industri perdagangan, pergudangan dan permukiman serta wisata-- akan dialirkan langsung ke laut sehingga tidak menggenangi permukiman warga. Sedangkan Banjir Kanal Barat (BKB) merupakan sarana penampung debit air yang berasal dari Kali Krukut, Mampang, dan Ciliwung. ''Mustahil jika ada pihak tertentu yang mampu meniadakan banjir. Apalagi, kita tidak bisa memprediksi hujan secara tepat kapan terjadi hujan besar maupun kecil,'' ujar Basoeki. Jika pembangunan BKT sudah selesai pun, lanjutnya, masih ada beberapa lokasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara tergenang air karena normalisasi kali belum dilakukan secara penuh. Prediksi yang sama juga disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Fodly Misbach. Dia memperkirakan sampai 2007, baru 19 lokasi dari 78 lokasi rawan banjir di DKI yang bisa dijadikan daerah bebas banjir. Itu pun bisa dilakukan bila membangun waduk dan pompa-pompa air di daerah rawan banjir tersebut. ''Penanganan ke-19 titik rawan banjir itu tidak mungkin sekaligus dilaksanakan. Pada 2005, misalnya, bisa diatasi tiga sampai empat titik dengan catatan tidak ada pembangunan baru di atas kawasan resapan air,'' ujarnya. Pengendalian saluran air Menjadikan Jakarta menjadi sebuah kota modern yang bebas bukanlah pekerjaan yang mudah. Diperlukan konsep berkepanjangan dan menyeluruh serta penerapan manajemen pengendalian saluran air (system polder). Seperti pembangun prasarana di sekitar Jembatan Tiga Pluit Selatan. Peninggian jalan, pembesaran dan pelebaran gorong-gorong, serta pembersihan saluran air kotor termasuk gorong-gorongnya yang sedang dilakukan Dinas PU DKI Jakarta, merupakan upaya untuk mengantisipasi banjir di wilayah Jakarta Utara. Untuk mengatasi banjir ini dilakukan berbagai upaya, di antaranya dengan terus meningkatkan kuantitas serta kualitas saluran air (drainase) perkotaan. Pembangunan infrastruktur serta pemeliharaan waduk-waduk sebagai tempat penampungan air serta memaksimalkan kinerja rumah-rumah pompa yang sudah ada memang merupakan tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi, kesadaran masyarakat dan tanggung jawab publik juga dituntut untuk ikut memelihara prasarana dan sarana yang ada.(Cri/Ssr/J-2) Post Date : 08 Desember 2004 |