|
BLITAR - Kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Blitar saat ini berada di ujung tanduk. Tak tercapainya BEP (break event point atau titik impas) dalam beberapa tahun terakhir membuat badan usaha milik daerah ini nyaris bangkrut. Begitu memprihatinkan, sampai tanggung jawab utang sebesar Rp 8 miliar pada pemerintah sudah tak mungkin dibayar. Kenyataan pahit ini diakui Direktur PDAM Kabupaten Blitar Riyanto. Sejak dinyatakan jatuh tempo pada akhir tahun 2004 lalu, utang yang semula hanya berjumlah Rp 4,8 miliar tersebut saat ini dirasa sulit dilunasi. Hal ini disebabkan pendapatan PDAM selama ini masih jauh dari target. Bahkan untuk mencapai BEP saja sangat sulit. Padahal PDAM masih butuh dana segar untuk biaya operasional. Terutama menggaji 108 karyawan. "Kondisi ini lebih memaksa PDAM untuk bertahan. Karena memang pendapatan dari jasa layanan ini cenderung defisit," ungkap Riyanto. Menurutnya, ada beberapa alasan yang menyebabkan kondisi PDAM Kabupaten Blitar terpuruk. Salah satunya rendahnya tarif meteran yang diberlakukan. Yakni hanya sebesar Rp 350 per meter kubik air. Dibanding harga di kota lain, tarif di Kabupaten Blitar paling rendah. "Di Tulungagung dan Kediri saja sudah dikisaran harga Rp 900 per meter kubik. Padahal yang paling ideal di atas Rp 1.000 per meter kubik," paparnya. Kenyatan inilah yang mendorong pihak PDAM berencana untuk mengajukan kenaikan tarif. Meski belum bersedia menyebut angka pasti, Riyanto berharap kenaikkan tariff itu bisa berlaku efektif Januari 2006 mendatang. Jika tidak, harapan agar PDAM bisa mandiri hanya akan menjadi angan-angan. "Sulit untuk menjawab pertanyaan berapa pendapatan asli daerah (PAD) yang bisa disumbang PDAM pada pemerintah daerah. Hla wong untuk biaya maintenance (perawatan, red) dan gaji karyawan saja masih kurang," lanjutnya. Namun begitu, bukan berarti PDAM saat ini tidak punya pilihan untuk bertahan. Asal pemerintah serius memberikan bantuan pendanaan, secara perlahan kondisi negatif itu akan teratasi. Apalagi jika dilengkapi dengan perangkat aturan daerah yang memungkinkan finansial PDAM semakin sehat. Seperti kebijakan tarif air pada masyarakat. "Setidaknya saat ini PDAM masih membutuhkan kucuran bantuan peralatan dari pemerintah daerah. Pompa air, misalnya. Ini penting sebagai wujud komitmen pemerintah membantu pengadaan air bersih. Sebagaimana termaktub dalam PP no 16 tahun 2003 tentang penyedian air bersih," ucap Riyanto berharap. (des) Post Date : 17 Desember 2005 |