|
PAMEKASAN-Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pamekasan harus bekerja keras untuk bisa mengurangi beban pengeluarannya. Pasalnya, hingga kini perusahaan milik Pemkab Pamkeasan masih memiliki utang sebesar Rp 5,6 miliar. Kabarnya, utang sebesar itu merupakan tanggungan kepada Departemen Keuangan (Depkeu) di Jakarta. Utang tersebut merupakan akumulasi dari seluruh beban biaya proyek yang harus dibayar sejak tahun 2000 lalu. Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan, utang sebesar Rp 5,6 miliar itu berawal dari pinjaman dana dari pemerintah pusat. Dana itu digunakan untuk membangun proyek pipanisasi dari sumur bor di Desa Trasak, Kecamatan Larangan, periode tahun 2000. Proyek pipanisasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan air bersih di sekitar lokasi. Selain itu, untuk melayani kebutuhan air bersih hingga ke kawasan kota Pamekasan. Direktur PDAM Pamekasan Ir Muhammad ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan membenarkan mengenai utang tersebut. Menurut dia, utang sebesar Rp 5,6 miliar itu memang dipergunakan untuk pembangunan proyek pipanisasi dari sumur bor di Desa Trasak. Dijelaskan, semula besarnya utang Rp 2,6 miliar. Kemudian membengkak menjadi Rp 5,6 miliar. Bertambah jumlah utang akibat adanya beban bunga yang mesti ditanggung PDAM. Akibat utang yang membengkak itu, PDAM sempat terancam akan terkena penalti (sanksi) dari Depkeu. Ini akibat dari kelalaian dalam memenuhi kewajiban bayar utangnya. "Sebagai pejabat baru, saya sudah dihadapkan pada dua pilihan yang cukup membingungkan: apakah harus membayar utang terlebih dahulu atau menyelamatkan perusahaan," terang Muhammad, Sabtu (2/7) lalu. Saat itu, pihaknya lebih memilih untuk menyelamatkan perusahaan. Alasannya, dengan menyelamatkan perusahaan, dimungkinkan pembayaran utang bisa dilakukan atau minimal mendapat penjadwalan utang (rescheduling). Dipaparkan, pembengkakan utang karena sejak awal pihak direksi tidak pernah mengurus dan tidak melakukan negosiasi kepada pihak pemberi utang. Akibatnya, utang semakin membengkak lantaran ditambah dengan bunga yang kemudian diakumulasikan. Apakah ada upaya untuk mengurangi beban utang? Menurut Muhammad, pihaknya telah melakukan pendekatan melalui Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi). Tujuannya, agar dibantu mengupayakan penyelesaian utang perusahaannya melalui beberapa alternatif. "Misalnya, PDAM bersama Perpamsi memperjuangkan untuk membebaskan seluruh beban utang tersebut. Termasuk juga melakukan rescheduling untuk menghindari penalti dari jatuhnya tempo. Selain itu, kami berusaha untuk membebaskan dari bunga dan denda sehingga beban utangnya hanya pokoknya saja," kata Muhammad panjang lebar. Dia juga mengakui, perusahaan yang dipimpinnya masih dalam posisi merugi secara akuntansi. Yakni, angka kerugian yang dialami PDAM untuk tahun 2004 misalnya, mencapai Rp 600 juta. Meski demikian, secara likuiditas jalannya perusahaan masih dalam kategori cukup baik. Di sisi lain, tambahnya, PDAM masih bisa mengupayakan pemasukan bagi kas daerah. Yaitu, dengan sumbangan sebesar Rp 120 juta pada 2004 lalu dalam PAD (pendapatan asli daerah). Ke depan, diyakininya, sumbangan PAD akan terus bertambah sesuai dengan target APBD sebesar 10 persen tiap tahun. Dan, pada 2005 ini, pihaknya optimistis akan menyetor Rp. 132 juta untuk PAD Pamekasan. "Salah satu tujuan pembuatan Simpadu (sistem informasi dan manajemen terpadu) untuk bisa menekan dan meminimalisasi utang. Yaitu, dengan cara memupuk penerimaan dan menekan angka kebocoran melalui kontrol yang efektif," pungkasnya, optimistis. (zid) Post Date : 04 Juli 2005 |