|
Makassar, Kompas - Akibat sisa-sisa longsoran Gunung Bawakaraeng mengotori Instalasi Pengolahan Air Somba Opu, Perusahaan Daerah Air Minum menghentikan distribusi air untuk sedikitnya 60.000 warga Kota Makassar. Pasalnya, kekeruhan air melebihi ambang batas 9.000 nephelometric turbidity unit. Berdasarkan pemantauan Kompas, Minggu (16/1), kegelisahan menyelimuti warga Makassar. Sejak siang sejumlah warga mulai bertanya-tanya, saling mengetuk pintu rumah tetangga. "Apa airnya mati, kok air PDAM di rumah saya tidak mengalir," ujar seorang ibu di kawasan Panakkukang Mas. Marlina (29), warga Perumahan Hartaco di Kecamatan Tamalate, mengatakan, sejak Minggu pagi ia tidak dapat melaksanakan aktivitas. "Air itu kan sangat vital. Untuk masak, mencuci, mandi, minum, dan banyak lagi. Kalau berhenti untuk waktu yang tidak dapat ditentukan, lalu bagaimana kami bisa melangsungkan aktivitas sehari-hari," kata Marlina. Warga yang mempunyai tangki air (water torn) masih memiliki cadangan air. Tetapi air itu hanya cukup dipakai sampai malam hari. Bagi warga yang tidak mempunyai tangki penampung air, begitu air dihentikan PDAM, tak ada air yang keluar dari keran. Akibatnya, tidak sedikit warga yang menumpang mandi di rumah tetangga atau saudara yang masih punya cadangan air. Memang warga rata-rata punya cadangan air tanah, tetapi kondisi air tanah yang kuning, keruh, dan berbusa, tak layak dipakai untuk mandi apalagi memasak. Kepala Hubungan Masyarakat PDAM Kota Makassar Jufri Sakka yang dihubungi Minggu sore mengatakan, penghentian distribusi air itu karena Instalasi Pengolahan Air (IPA) Somba Opu milik PDAM Makassar tercampur lumpur sisa longsoran Gunung Bawakaraeng. Gunung yang terletak di Kabupaten Gowa, sekitar 80 kilometer arah timur Makassar, mengalami longsor pada Maret tahun lalu. Kini lumpur sisa-sisa longsoran gunung yang bercampur dengan air baku dan diolah IPA Somba Opu sudah berada di ambang batas kekeruhan, yaitu 11.600 nephelometric turbidity unit (NTU). Sedangkan ambang batas kekeruhan yang ditetapkan PDAM Makassar 9.000 NTU (satuan yang mengukur tingkat kekeruhan air). Tingkat kekeruhan 11.600 NTU ini, kata Jufri, diketahui PDAM Makassar Sabtu lalu. Hari itu juga mulai pukul 23.10 PDAM Makassar menghentikan distribusi air dari IPA Somba Opu kepada pelanggan. Enam kecamatan Akibat penghentian distribusi air itu, sedikitnya 60.000 pelanggan PDAM Makassar yang tersebar di enam kecamatan terancam tidak dapat mengonsumsi air bersih. Enam kecamatan itu adalah Kecamatan Rappocini, Panakkukang, Makassar, Ujung Pandang, sebagian Kecamatan Tamalate, dan sebagian Kecamatan Mariso. Penghentian distribusi air bersih ke pelanggan di enam kecamatan itu, kata Jufri, belum dapat dipastikan sampai kapan. "Kami tidak dapat memastikan. Tercampurnya lumpur ke air baku IPA Somba Opu adalah kejadian alam. Ini di luar kendali kami," ujarnya. Menurut Jufri, lumpur dari Gunung Bawakaraeng mulai dirasakan tercampur dengan air baku IPA Somba Opu sejak Desember 2003, tapi ketika itu belum longsor. Namun karena tingkat kekeruhannya belum terlalu tinggi, air masih dapat dijernihkan dengan mesin pengolah air dan tawas. Saat Gunung Bawakaraeng longsor Maret 2004 lalu, tingkat kekeruhan mencapai 800 NTU dan pada bulan Juni 2004 meningkat menjadi 6.700 NTU. Mesin pengolah air yang tadinya menggunakan tawas harus diganti dengan poli aluminium clorite (PAC), yaitu bahan kimia yang berfungsi menjernihkan air. "PAC ini memiliki batas kemampuan, yaitu hanya mampu menjernihkan air yang tingkat kekeruhannya di bawah 9.000 NTU. Itu pun sudah dengan melipatgandakan kuantitas PAC yang digunakan," kata Jufri. Menanggapi keresahan warga, Jufri mengatakan PDAM Makassar mengantisipasi dengan mendistribusikan air bersih melalui mobil-mobil tangki. Pendistribusian itu akan mulai dilakukan Senin ini. Setiap mobil tangki akan ditempatkan di pos-pos yang telah ditentukan. Untuk mendistribusikan air bersih langsung ke rumah warga tidak mungkin dilakukan mengingat banyaknya warga yang harus dilayani. (rei) Post Date : 17 Januari 2005 |