PDAM Kelimpungan

Sumber:Indo Pos - 26November 2005
Kategori:Air Minum
SLEMAN - Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku sejak 2003 hingga 2005 ternyata mengakibatkan PDAM Sleman kelimpungan. Bahkan, saat kelangkaan BBM yang dipicu kenaikan harga BBM pada Oktober lalu, sejumlah genset milik PDAM terpaksa tidak dioperasikan.

"Kita memang sempat menghentikan penggunaan genset karena sulit memperoleh solar untuk bahan bakarnya," jelas Direktur Utama PDAM Sleman Ir Suratno di ruang kerjanya, kemarin.

Namun, lanjutnya, kebijakan menghentikan penggunaan genset tersebut ternyata menyebabkan pasokan air ke pelanggan terganggu. Akhirnya, genset dioperasikan lagi.

"Dilihat dari ongkos produksi dan harga jual air, setelah kenaikan harga BBM, mesin atau genset yang kita hidupkan jelas tidak masuk alias merugi. Tetapi, karena mempertimbangkan pelanggan atau pelayanan air bersih di Sleman, terpaksa kita lakukan hal tersebut. Sembari, kita mencari solusi yang terbaik," kata Suratno.

Dikatakan, unit produksi air milik PDAM yang menggunakan genset bertenaga diesel dengan bahan bakar solar tersebar di enam lokasi. Sedang, genset yang sumber tenaga menggunakan listrik ada di 13 lokasi dengan kebutuhan daya keseluruhan 708 ribu volt amphere (VA).

"Total debit air yang dihasilkan adalah 230 liter/detik, bersumber dari mata air Umbul Wadon dan 29 sumur produksi lain," tuturnya.

Sementara itu, harga dasar air yang diterapkan PDAM saat ini sebesar Rp 1.000 per kubik. Tarif ini sudah diberlakukan sejak Desember 2003.

"Angka Rp 1.000 per kubik tadi merupakan pilihan yang harus dilakukan saat itu karena mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Meski sebenarnya sangat berat bila dilihat dari sisi ongkos produksi. Karena, bila bicara perhitungan secara perusahaan, harusnya tarif dasar yang dipatok saat itu adalah Rp 3 ribu per kubik," jelasnya.

Dengan tarif tersebut, pihak PDAM memperoleh pendapatan dari penjualan air sekitar Rp 500 juta per bulan. Jumlah ini dicapai sejak beberapa bulan terakhir.

Sedangkan biaya BBM dan listrik mencapai Rp 135 juta per bulan. Selain itu, beban pembiayaan tenaga kerja sebesar Rp 300 juta per bulan.

"Jumlah pengeluaran ini masih harus ditambah komponen biaya lain yang harus dibayarkan. Antara lain untuk biaya retribusi dan kompensasi air baku, pengolahan, pemeliharaan alat, alat tulis kantor, dan lainnya. Merugi," paparnya.

Dikemukakan Suratno, berdasarkan perhitungan operasional September 2005 tanpa menghitung ongkos pemeliharaan, harga dasar air harusnya sebesar Rp 1.880 per kubik. Namun, bila ditambah biaya pemeliharaan, tarif yang diterapkan mencapai Rp 2.350 per kubik.

Bahkan, bila masih ditambah biaya beban investasi, tarif dasarnya akan lebih tinggi lagi. Yakni, sebesar Rp 3.170 per kubik. "PDAM Sleman sangat sadar kalau kualitas pelayanan masih perlu ditingkatkan. Tetapi, sampai saat ini hal tersebut terbentur biaya sehingga belum dapat terrealisasi dengan segera," ujarnya.

Supaya keuangan PDAM bisa sehat, menurut Suratno, perlu ditempuh kebijakan penyesuaian harga. "Kami mengusulkan kepada Bupati Sleman agar tahun depan bisa ada penyesuaian harga dasar air kepada konsumen. Ini karena pada tahun 2006 diprediksi bakal ada kenaikan harga BBM, TDL dan bahan-bahan teknik lainnya. Jadi, penyesuaian minimal Rp 2 ribu per kubik dan maksimal Rp 3.500 per kubik," ungkap Suratno.

Sementara itu, berdasar data yang diperoleh, sambungan PDAM ke pelanggan saat ini berjumlah 17.500 unit. Sambungan-sambungan tersebut dilayani melalui 20 unit produksi.

"97 persen pelanggan kita adalah rumah tangga atau sosial. Sisanya merupakan golongan niaga atau instansi," tandasnya.

(dem)

Post Date : 26 November 2005