|
BANYUWANGI (Media): Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), tidak lagi menjadi beban pemkab setempat, sebagai pemilik PDAM tersebut. Pasalnya, dalam dua tahun terakhir, PDAM Banyuwangi tidak lagi meminta anggaran dari pemkab setempat guna mengoperasionalkan perusahaan dan memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat. "Bahkan kita juga mampu menyumbang PAD (pendapatan asli daerah). Dengan demikian kita tidak lagi menjadi beban pemerintah," kata Direktur PDAM Banyuwangi Abdul Nasir Bashrawi kepada wartawan, kemarin. Menurut dia, pada awalnya PDAM Banyuwangi, seperti halnya PDAM lainnya, juga merupakan perusahaan yang tergolong merugi. Karena, perusahaan daerah tersebut masih menanggung utang yang cukup besar dan belum mampu menyumbang untuk PAD pemerintah setempat, sebagai pemilik perusahaan. Nasir mengungkapkan, saat dilantik menjadi Direktur PDAM pada 16 Desember 2000, PDAM Banyuwangi masih memiliki tunggakan utang yang cukup besar. Karena, aktiva perusahaan tidak mampu memenuhi tuntutan pembayaran utang. "Untuk membayar seluruh utang, aktiva perusahaan hanya memiliki kelebihan 1,22 kali atau 22 persen terhadap utang," katanya. Menurut Nasir, dalam periode tersebut, PDAM Banyuwangi terpaksa mengandalkan suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banyuwangi untuk menghidupi perusahaan tersebut. Melihat kondisi perusahaan yang tidak sehat tersebut, sambungnya, pihaknya mengambil kebijakan untuk meningkatkan kesehatan perusahaan. Yakni dengan meningkatkan kinerja sumber daya manusia (SDM), efisiensi dalam pengelolaan perusahaan, keuangan, serta menyesuaikan tarif. "Tarif merupakan pilihan terakhir, setelah kita melakukan semua upaya penyehatan perusahaan," kata Nasir. Dalam mengajukan usulan kenaikan tarif, lanjut Nasir, pihaknya mengacu pada prinsip kemampuan bayar, transparansi, efisiensi, dan kesederhanaan. Dengan prinsip itu, diharapkan pelanggan yang berpenghasilan kecil juga dapat memperoleh air minum dengan tarif terjangkau. Untuk menetapkan besarnya tarif air minum, pihaknya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2/1998 yang mengatur bahwa besarnya rekening air minum tidak boleh lebih dari empat persen upah minimum kabupaten. Dia menjelaskan dalam upaya penyehatan perusahaan, hingga akhir tahun 2001, PDAM Banyuwangi masih mengalami kerugian. Pada 2002, PDAM mulai mampu membayar utang serta meraup laba sebesar Rp244.048.545,12. Sedangkan pada 2003, PDAM Banyuwangi berhasil meningkatkan labanya hingga mencapai Rp258.679.402,85, dan pada 2004, PDAM Banyuwangi mampu meraih laba sebesar Rp1.249.753.421, papar Nasir. Peningkatan laba perusahaan tersebut, sambungnya, berkorelasi positif terhadap sumbangan PDAM ke PAD Banyuwangi. Sumbangan PDAM ke PAD Banyuwangi terus mengalami peningkatan dari Rp125 juta pada 2001, hingga mencapai Rp300 juta pada 2004. Selain itu, lanjut Nasir, PDAM juga mampu membayar utang yang tertunggak sejak 1999 hingga 2004, yang besarnya mencapai Rp4,2 miliar. Sementara, denda pokok pinjaman dijadwalkan kembali selama lima tahun. "Kami sadar betul tugas kami sangat berat. Karena pada satu sisi bisnis PDAM merupakan bisnis padat modal, tetapi pada sisi lain kami harus melayani masyarakat seluas mungkin dengan tarif yang harus terjangkau oleh semua lapisan masyarakat," tegas Nasir. (AM/N-1) Post Date : 10 Januari 2005 |