|
PASREPAN - Tidak hanya sebagian kawasan Prigen, Kabupaten Pasuruan, yang mengalami krisis air bersih. Di Kecamatan Pasrepan, sedikitnya ada tujuh desa yang warganya kini kesulitan mendapatkan air bersih. Tujuh desa tersebut ialah Lemahbang, Sibon, Sapulante, Pasrepan, Ngepo Kulon, Ngepo Wetan dan Turboyo. Untuk kebutuhan hidup sehari-harinya, warga tujuh desa tersebut menggunakan air seadanya. Namun, dari tujuh desa tersebut, tiga di antaranya tergolong paling parah. Yakni Desa Turboyo, Ngepo Kulon dan Ngepo Wetan. Warga di tiga desa tersebut menggunakan air limbah rumah tangga dari desa sekitar untuk memenuhi kebutuhan mandi dan cuci. Menurut salah satu warga Desa Turboyo, Solikhin, kesulitan air bersih yang dialami warga tersebut sudah berlangsung sekitar lima bulan lebih. Tepatnya sejak musim kemarau melanda kawasan desa tersebut. "Sehari-harinya warga di sini menggunakan air dari limbah rumah tangga ataupun ponten dari pasar," kata Solikhin, sembari menunjukkan genangan air yang biasanya digunakan warga. Namun, tentunya limbah rumah tangga yang digunakan warga tersebut tidak langsung dipakai warga untuk kebutuhan sehari-harinya. Warga membuat suatu lubangan yang digunakan sebagai tempat penampungan air limbah tersebut. Lubangan tersebut difungsikan warga sebagai tempat penyaringan. "Nah, kalau sudah melalui proses itu baru air tersebut digunakan. Tapi tentunya tetap saja air tersebut sangat tidak layak. Bisa sampeyan lihat sendiri, warna airnya masih hijau meski sudah disaring," tambah Solikhin. Dari pantauan Radar Bromo di lapangan kendati air yang dipergunakan warga sangat tidak layak, namun warga terlihat cukup terbiasa. Bahkan warga dengan santainya melakukan aktifitas mandi maupun cuci di sungai yang kering dan hanya dialiri air limbah rumah tangga itu. Seperti yang diungkapkan Soleh. Karena seudah kadung terbiasa, dirinya beserta warga lainnya tetap merasa nyaman menggunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-harinya. "Lha mau bagaimana lagi, Mas. Wong kita tidak punya air, ya terpaksa menggunakan air ini untuk kebutuhan sehari-hari kami," papar Soleh seusai mandi di salah satu genangan air di sungai tersebut. Lebih lanjut, dirinya menyatakan meski menggunakan air limbah untuk mandi ataupun cuci, dirinya maupun warga lainnya, tidak mengalami sakit gatal-gatal. "Untungnya tidak pernah mengalami sakit gatal-gatal. Tapi tentunya tidak semuanya. Ada juga beberapa warga di sini yang mengalami penyakit kulit," akunya. Lantas, bagaimana untuk kebutuhan minum bagi warga tersebut? Menurut Solikhin, warga biasanya menggunakan air PDAM untuk kebutuhan minum ataupun masak. Namun, untuk kebutuhan tersebut warga diharuskan membeli. "Untuk satu jirigen biasanya dihargai Rp 300. Dan warga membelinya dari rumah-rumah warga yang memiliki saluran air PDAM," terang Solikhin. Tapi, menurut Solikhin tidak semua warga mampu membeli air bersih tersebut. Hingga akhirnya dengan terpaksa warga menggunakan air limbah yang disaring itu untuk kebutuhan makan dan minum. "Ada juga warga yang terpaksa menggunakan air di sungai itu," terangnya. Sementara itu kekeringan yang terjadi di kawasan Pasrepan tersebut dibenarkan perangkat kecamatan. Sekcam Pasrepan Sudiro kepada Radar Bromo menyatakan memang di daerahnya terjadi kekeringan yang cukup parah. Namun, pihaknya serta pemkab Pasuruan sudah berupaya untuk menanggulangi masalah tersebut. Salah satunya dengan mendatangkan air bersih yang diangkut dengan menggunakan dua buah mobil tangki. Tapi, air bersih tersebut hanya diedarkan di dua desa. Yakni Desa Sibon dan Lemahbang. "Kami bersama pemkab sudah berupaya mengatasi masalah krisis air bersih ini. Salah satunya dengan cara pengadaan air bersih," terang Sudiro ditemui di ruang kerjanya kemarin. Seperti diberitakan Radar Bromo kemarin, krisis air bersih juga melanda kawasan Prigen. Tepatnya di kawasan Desa Pecalukan Barat. Sumber-sumber mata air mengalami penurunan debit air. Di samping itu, sumber air yang ada lebih banyak dimanfaatkan oleh pengusaha villa dan pemilik kolam renang pribadi. Krisis air di Prigen ini kemarin langsung direaksi Gus Fahrur Rozi, pengasuh Ponpes Al Khoiriyah Cangaan Bangil. Menurutnya, krisis air yang terjadi di kawasan Prigen tersebut sedikit banyak disebabkan banyaknya pengusaha air mineral. "Kami sangat terkejut kalau di daerah Prigen terjadi krisis air. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, di daerah itu terkenal sebagai daerah penghasil air yang banyak. Karena di sana banyak ditemukan sumber-sumber air," terang Gus Fahrur. Untuk itu, dirinya meminta kepada pemda untuk melihat secara langsung seberapa parah krisis air yang terjadi di kawasan tersebut. Dan lebih tegas lagi, dirinya meminta kepada Bupati Pasuruan Jusbakir Aldjufri untuk dapat memberikan ketegasan terhadap para pengusaha air mineral yang terus menguras mata air yang ada di daerah itu. "Kami meminta dengan hormat kepada Bupati untuk melakukan tindakan dari krisis air yang terjadi di Prigen ini. Paling tidak bupati bisa menghentikan izin yang dimiliki pengusaha air mineral. Kalau ini terus dilakukan, bagaimana nasib anak cucu kita nanti," tegasnya. (df) Post Date : 14 November 2006 |