Pasrah di Tengah Sampah dan Wabah

Sumber:Koran Sindo - 14 Desember 2009
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Proyek pengolahan tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo berselimut polemik.Upaya menuju perbaikan terseok-seok.Warga sekitar telaga sampah memilih pasrah. Bau anyir spontan menyedak begitu memasuki kawasan Romokalisari.

Hilir-mudik truk sampah menuju TPA Benowo tak terhitung jumlahnya. Lalat-lalat hijau rajin mengikuti bau busuk dari dalam truk. Saking baunya, orang-orang yang melintas di jalur sempit itu harus menutup hidung rapat-rapat. Mereka yang mengendarai motor merasa wajib hukumnya melaju dengan kecepatan tinggi, kalau ingin cepat-cepat terhindar dari aroma sampah yang tidak sedap. Beruntunglah bagi mereka yang hanya membaui sampah ketika lewat saja.Tapi, tentu kurang beruntunglah bagi mereka yang setiap hari harus bersahabat dengan bau-bau menyengat.

“ Persahabatan yang tak wajar” itulah yang harus dilakoni warga dukuh Gendong dan Jawar. Kampung Gendong,di Kelurahan Romokalisari, dan kampung Jawar di Kelurahan Tambakdono bercokol tak jauh dari TPA Benowo.Hanya jarak kurang dari 1 km yang memisahkan kedua kampung itu dengan gunungan sampah. Tak ada pembatas.Hanya beberapa petak tambak garam di sebelah barat TPA yang membuat dua kampung itu berjarak dengan konsentrasi sampah. Aroma busuk terus menusuk,menembus indera penciuman penghuni setiap sudut permukiman.

Inilah potret warga dua kampung yang harus akrab dengan nasib buruk. Mereka tak punya kuasa untuk melayangkan protes atau meminta TPA dipindah. Mereka harus kuat lahir batin hidup di bawah ancaman penyakit,sekaligus membiasakan diri bersahabat dengan aroma menyengat. Nasib buruk warga dukuh Gendong dan Jawar tidak hanya berhenti pada aroma busuk. Sumber air bersih bawah tanah pun tak bisa mereka konsumsi lantaran tercemar limbah sampah.Warnanya cokelatkehitaman. Rasanya amis. Pemkot memang telah memberi kompensasi kiriman air tangki dua kali sehari untuk masing-masing kampung.

Hanya saja,pasokan itu tak bisa mencukupi kebutuhan 314 jiwa penduduk dukuh Gendong dan 125 KK di Jawar. Buntutnya,warga kerap kali harus mengantre dan berdesakan, berebut satu jeriken air. “Warga kampung ini sering bertengkar gara-gara rebutan air. Pasokannya memang tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang ada.Apalagi, kadang-kadang tangki yang dikirim hanya satu (sekali sehari),”terang Ihtiar,44,warga RT3/3 dukuh Gendong. Memang,kondisiwargasekitar TPA Benowo sedikit membaik sejak tiga tahun lalu.Atau ketika Pemkot mulai memasang pipa PDAM. Pasokan air bersih untuk warga mulai tercukupi, dan mereka harus tetap membayar tagihan air layaknya pelanggan PDAM umumnya.

Tapi, tetap saja belum semua bisa memasangnya. Ada yang masih berharap pada pasokan air tangki. Infrastruktur di dua kampung itu juga mulai dibenahi.Ada plester jalan di setiap gang, bantuan gedung sekolah untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pos kesehatan kelurahan. Penerangan jalan umum (PJU) dipasang di beberapa titik kampung.

Polesan Belum Cukup

Polesan infrastruktur jalan dan PJU rupanya belum bisa membuat masyarakat tenang. Ini lantaran,kendati infrastruktur membaik,ancaman penyakit tetap saja tak bisa hilang. Menurut Yayuk, salah seorang guru PAUD Dukuh Gendong, wabah yang paling rajin menyambangi warga adalah gatal-gatal, sesak napas, sakit mata dan alergi kulit. “Begitu satu terjangkit, biasanya satu desa juga kena.Warga di sini tidak pernah tahu penyebabnya.

Tapi, menurut dokter yang memeriksa kami, itu adalah efek TPA yang berdekatan dengan perkampungan kami. Sebab lalat dan udara busuk selalu datang,” katanya. Jika musim kemarau, kata Yayuk, tak seberapa parah.Tapi kalau sudah waktunya musim hujan,sudah hampir pasti ancaman itu datang. Bau busuk pun bertambah kuat. “Kalau tidak terbiasa tinggal di sini, bisa-bisa muntah karena bau sampah.”

Nelayan Terjebak Lindi

Kenyamanan nelayan di kampung itu juga mulai terusik. Ini lantaran tingkat pencemaran TPA Benowo semakin tinggi.Aliran limbah sampah cair (lindi) yang dibuang ke sungai dan laut itu telah mengusir ikan-ikan. Menurut Susno, 47, nelayan asal dukuh Gendong, ada tiga titik aliran pembuangan lindi TPA Benowo. Masing- masing di sungai Kalisari, sungai Gendong dan laut.

Lindi inilah yang kerap mengganggu nelayan. Sebab, ikan-ikan yang biasanya menepi memilih minggat.“Kalau pun ada yang tertangkap, pasti ikannya cepat mati. Kalaudijualharganya murah,”katanya Kata pria empat anak ini, tangkapannelayandisekitarpembuanganlimbah lindi terus menyusut.Dalam satu hari,misalnya,jikasebelumnya nelayan mendapat dua keranjang besar ikan, kini susut tinggal sekeranjang saja. “Kalau dulu sehari bisa dapat Rp50.000, kini Rp20.000 saja sudah untung. Kondisi susah ini terpaksa kami pertahankan, lantaran tak kami tak punya keahlian lain,”terangnya.

Dia bersama para nelayan lain sering menyampaikan keluhan dan protes melalui tokoh desa dan perangkat kelurahan.Tapi,upaya tersebut tak pernah membuahkan hasil. Malah pencemaran makin menjadi. “Awalnya mereka (tokoh masyarakat) getol berjuang. Tetapi begitu dapat uang,mereka diam lagi.”Ironis. Seluruh warga dukuh Gendong dan Jawar sempat lega ketika Pemkot berencana memperbaiki sistem pengolahan sampah TPA Benowo dengan mengurangi limbah dan diubah jadi pupuk atau pembangkit listrik.Tapi rencana tersebut tak kunjung terealisasi. ”Inilah yang membuat kami kecewa. Itu berarti penderitaan kami ataspencemaran TPABenowo takakan selesai,”keluh Susno.

“Rencana pembangunan tempat pengolahan sampah sudah disampaikan lama.Tapi mana buktinya? Hanya omong saja.Karena itu rencana pembangunan TPA Benowo kembali ramai dibicarakan, kami tertawa saja,” imbuh pria kurus itu,dengan nada sinis. Rencana pembangunan pengolahansampahdi TPABenowo memangmasih nyangkut di DPRD.Panitia khusus (pansus) TPA Benowo belum menyepakati besaran dana sharing atas proyek dengan sistem investasi itu. Di sisi lain, apa yang terjadi pada masyarakat sekitar sampah TPA Benowo ini juga membuktikan kurang maksimalnya upaya penanganan sampah.

Padahal, anggaran untuk kebersihan setiap tahun lumayan besar,rata-rata di atas Rp100 miliar. Untuk tahun 2009, APBD mengalokasikan anggaran Rp112 miliar. Sedangkan pada 2010 mendatang direncanakan sebesar Rp104miliar.Wargatentunya berharap, dengan modal segede itu,Pemkot bisa membantu mereka mengurangi derita. (ihya’ ulumuddin)



Post Date : 14 Desember 2009