|
JAKARTA -- Pasokan air baku dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II terus menurun selama sepuluh hari terakhir. Akibatnya, operator air minum tidak dapat memenuhi target pelayanan. "Dari kebutuhan 15.700 liter per detik, hanya terpenuhi sekitar 10 ribu liter per detik," kata Didiet Haryadi, Direktur Utama PAM Jaya, di Jakarta kemarin. Pasokan untuk dua operator air minum di Jakarta, yakni Thames PAM Jaya dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) pun terganggu. Tapi mereka tak dapat berbuat banyak. Meyritha Maryanie, juru bicara Palyja, mengatakan, sejak 9 Januari lalu, dari 350 ribu pelanggan, ada 100 ribu pelanggan yang terganggu pasokan airnya. Mereka berada di kawasan Semanggi, Tomang, Jalan M.H. Thamrin, Casablanca, Harmoni, Latumenten, Sawah Besar, dan Muara Karang. Meyritha mengatakan, untuk mengantisipasi gangguan itu, Palyja telah menyiapkan 26 unit mobil tangki dengan kapasitas masing-masing 5.000 liter. "Begitu ada pelanggan yang meminta, kami kirimkan selama 24 jam tanpa ada pemungutan biaya," katanya. Adapun di Thames PAM Jaya, 25 persen dari 370 ribu pelanggan terganggu pasokan airnya. Mereka tersebar di Ujung Menteng, Senen, Johar Baru, Kemayoran, Cempaka Putih, Kelapa Gading, Cilincing, Tanjung Priok, Pademangan, Ciracas, dan Pasar Rebo. Didiet mengatakan penyebab kurangnya pasokan air itu adalah menurunnya ketinggian air di Waduk Jatiluhur. Saat ini ketinggian air di Jatiluhur 83,99 meter. Adapun normalnya harus mencapai 105 meter. Meskipun pelayanan air minum terganggu, Didiet mengatakan operator belum bisa memberikan kompensasi apa pun kepada pelanggan, kecuali berbentuk bantuan darurat, seperti air yang diangkut truk tangki itu. "Berdasarkan SK Gubernur, jika selama tiga bulan berturut-turut, barulah pelanggan dibebaskan dari biaya," ujarnya. Didiet mengatakan pemerintah pusat harus ikut memikirkan jalan keluar dari persoalan tersebut. Salah satunya adalah merealisasi pembuatan terowongan bawah sungai di Kali Bekasi, yang khusus mengalirkan air baku dari Jatiluhur. "Kalau itu jadi, air dari Jatiluhur akan langsung menuju Jakarta dan tidak ada yang terbuang ke laut." Adapun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pekan ini juga menyurati pemerintah DKI Jakarta atau badan regulator terkait dengan gangguan pasokan air tersebut dan tiadanya kompensasi. "Kami meminta pemerintah daerah atau badan regulator memberi sanksi kepada operator karena gangguan pelayanan ini," katanya. Indah mengatakan operator mestinya memberikan apa yang menjadi hak pelanggan. Apalagi soal ketersediaan air selama 24 jam sudah tertuang dalam kontrak dengan pelanggan. Ketiadaan kompensasi, kata Indah, adalah pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Jika pelanggan tak membayar abonemen, langsung kena denda. Tapi, bila operator tak memenuhi kewajibannya, "Malah tidak terkena apa-apa," ucapnya dengan nada kesal. Yayasan itu juga mendesak agar Surat Keputusan Gubernur, yang menyebutkan kompensasi diberikan kepada pelanggan yang tidak mendapat layanan selama tiga bulan, direvisi menjadi sebulan. Rentang waktu tiga bulan dinilai terlalu panjang, karena operator bisa mempermainkan konsumen. YUDHA SETIAWAN | MUCHAMAD NAFI Post Date : 17 Januari 2007 |