JAKARTA: Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI memrediksikan kebutuhan air baku untuk dua operator air minum di Jakarta, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) defisit 6.857 liter per detik pada 2010.
Firdaus Ali, Anggota BRPAM DKI, mengatakan perkiraan defisit air baku akan terus meningkat per tahun, menjadi 13.045 liter per detik pada 2015 dan 28.370 liter per detik pada 2020.
"Besaran defisit air baku itu karena semakin tingginya kebutuhan yang diperkirakan akan mencapai titik maksimal untuk pasokan air minum pada 2015 hingga 2020 mendatang," katanya di Jakarta akhir pekan lalu.
Dia mengatakan total kebutuhan air baku sekarang untuk Palyja dan Aetra mencapai 17.700 liter per detik, dan sebagian besar pasokan air baku itu masih mengandalkan dari Bendungan Jatiluhur, Jawa Barat.
Dari total kebutuhan air baku itu hanya 3.100 liter per detik yang bukan dari bendungan di Purwakarta itu, yaitu berasal dari Kali Krukut sebanyak 400 liter per detik, dan air curah dari Tangerang sebanyak 2.700 liter per detik.
Dia menjelaskan jika, misalnya Tangerang pada 2020 sudah tidak lagi memasok kebutuhan air bersih ke Jakarta, seluruh kebutuhan air baku hanya menggantungkan dari pasokan Bendungan Jatiluhur.
Menurut Firdaus, untuk memasok kebutuhan air di Ibu Kota, Aetra memiliki tiga instalasi pengolahan air (IPA), yaitu IPA Buaran I berkapasitas 2.000 liter per detik, IPA Buaran II 3.000 liter per detik, dan IPA Pulogadung berkapasitas 4.000 liter per detik.
Adapun PT Palyja mengoperasikan tiga IPA, yakni IPA Pejompongan I berkapasitas 2.000 liter per detik, IPA Pejompongan II kapasitas 3.600 liter per detik, IPA Krukut 400 liter per detik, serta pasokan air curah dari Tangerang 2.700 liter per detik.
Desak perbaikan
Sementara itu, Ketua BR PAM Irzal Jamal mengatakan telah mendesak direksi Perum Jasa Tirta (PJT) II dan Departemen Pekerjaan Umum agar segera memperbaiki saluran Tarum Barat sebagai jalur utama pasokan air baku untuk wilayah DKI.
"Selain meminta jalur utama itu segera diperbaiki, kami juga datang ke kantor PJT II, termasuk Bendungan Jatiluhur untuk memastikan pasokan air baku mencukupi hingga akhir konsesi," katanya.
Dia mengatakan dalam pertemuan dengan pihak PJT II juga dilaporkan mengenai kondisi saluran air baku dengan sistem terbuka yang rawan terhadap limbah berbahaya dan air baku yang semakin tercemar.
Padahal, lanjutnya, air baku yang semakin kotor karena tercemar limbah rumah tangga dan industri menjadi semakin membebani biaya produksi dan pada gilirannya nanti juga akan dibebankan ke pelanggan.
Menurut Irzal, rendahnya kualitas air baku membuat biaya pengolahan tinggi sehingga beban tarif air bersih yang harus ditanggung pelanggan tentunya juga akan semakin mahal.
Guna menekan tarif air bersih, lanjutnya, partisipasi pelanggan sangat diharapkan untuk membantu operator dalam menurunkan tingkat kehilangan air dengan mencegah terjadinya segala bentuk pencurian air.
Irzal Jamal mengatakan belum lama ini BRPAM DKI bersama pihak Aetra dan Palyja berkunjung ke kantor PJT II dilanjutkan dengan melihat langsung kondisi bendungan Jatiluhur serta pertemuan kali Bekasi dan saluran Tarum Barat.
Pada kesempatan itu dia kembali menyampaikan permintaannya agar Departemen PU secepatnya membangun saluran tertutup langsung dari bendungan Jatiluhur ke IPA yang ada di Jakarta guna menjamin pasokan air baku bebas dari pencemaran.
Sementara itu, Kepala Biro Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Prikasaleh mengatakan perbaikan saluran Tarum Barat itu sedang dalam tahap desain yang merupakan bagikan dari program pemeliharaan Satuan Wilayah Sungai Citarum.
Program yang didanai Asian Development Bank itu sedang dalam tahap desain yang diharapkan konstruksinya dapat dimulai 2010.
Progam itu mencakup antara lain pengerukan saluran menjadi seperti kapasitas awal, serta memperbaiki pengatur saluran pintu kanan dan kiri sepanjang kanal.
Selain itu, lanjut Sutisna, untuk menjaga kualitas air baku dibangun sistem terowongan sehingga saluran Tarum Barat tidak bertemu dengan kali Bekasi yang tingkat pencemarannya cukup tinggi. Nurudin Abdullah
Post Date : 27 April 2009
|