|
Jakarta, Kompas - Pasien diare di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, Jakarta Pusat, pada hari Minggu (18/2) terus bertambah menjadi lebih dari 400 orang. Seorang di antaranya, Raihan, warga Jembatan Besi I RT 05 RW 02, Tambora, Jakarta Barat, meninggal karena kekurangan cairan akut dan terlambat dibawa ke RS. Raihan, anak balita berusia satu tahun, hanya sempat dirawat empat jam. Nyawanya tidak tertolong karena kondisi kesehatannya sudah buruk sejak tiga hari sebelumnya. Pasien sempat mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Selain diare, penyakit pascabanjir lain di Jakarta terus berkembang. Pasien leptospirosis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, misalnya, bertambah dua orang menjadi 15 orang. Lima orang di antaranya dinyatakan dalam kondisi kritis. "Sabtu lalu, ada tambahan dua pasien leptospirosis sehingga total terdapat 15 pasien. Satu pasien, Tabrani (44), asal Karet Tengsin, Jakarta Pusat, setelah dirawat sekitar dua minggu, kemarin telah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang," kata Nazir, dokter ahli penyakit dalam RSUD Tarakan, Minggu. Demam berdarah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta hingga saat ini juga terus meminta korban. Melihat kondisi seperti itu, Gubernur Sutiyoso menyatakan, Jakarta perlu meniru cara Kuba dalam memberantas DBD. "Mereka secara konsisten melakukan pengasapan dan pembersihan serempak selama tiga tahun. Kini sudah tidak ada lagi nyamuk pembawa demam berdarah di Kuba," ujar Sutiyoso di Wihara Dharma Bakti Petak Sembilan, Jakarta Barat. Menurut Sutiyoso, langkah pemberantasan tengah dirintis dengan kegiatan massal aparat Pemerintah Provinsi DKI setiap Jumat pagi. Namun, itu harus didukung dan dilakukan serempak bersama seluruh masyarakat. Pemprov DKI bertekad untuk memberantas demam berdarah dengan kegiatan bersama. Sutiyoso pun meminta masyarakat yang saat ini terkena DBD agar mau dirujuk ke rumah sakit mana pun. "Jangan hanya mau dirawat di rumah sakit dekat rumah. Itu akan menyulitkan penanganan," ujarnya. Pengasapan swadaya Di Banten, sebagian masyarakat secara swadaya berinisiatif melakukan pengasapan. Salah satunya dilakukan warga di Perumahan RRS Pemda di Kecamatan Cipocok Jaya, Serang, Minggu. Warga melakukan pengasapan (fogging) di rumah-rumah. "Fogging ini dilakukan dengan swadaya masyarakat sendiri. Kami hanya iuran Rp 5.000 per kepala keluarga," ujar Ujang Suwandi, seorang tokoh masyarakat setempat. Warga mengatakan, pengasapan dilakukan karena mereka khawatir terkena DBD. Pada tahun 2006 dua warga di daerah itu meninggal dunia akibat DBD, sementara pada tahun ini sudah tujuh warga yang terkena DBD. "Kami memilih untuk swadaya melakukan pengasapan karena biasanya bantuan dari dinas kesehatan selalu lambat. Selain itu, masyarakat sudah diminta untuk melakukan pencegahan sendiri. Jadi seperti inilah upaya yang kami lakukan," tutur Lurah Banjarsari Supriyadi. Warga Perumahan Citra Gading, Kelurahan Cipocok Jaya, juga melakukan hal serupa. Sementara itu, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengatakan, kasus DBD pada 2007 sudah termasuk kategori kejadian luar biasa (KLB). "Sebenarnya Banten sudah masuk KLB," ujarnya. Untuk menangani masalah DBD, Gubernur menyatakan telah mencairkan dana cadangan APBD 2007. (nel/ong/nta) Post Date : 19 Februari 2007 |