|
MADIUN - Selain demam berdarah, makin tingginya intensitas hujan menyebabkan meningkatnya kasus penyakit diare. Sejak pekan kedua Januari, pasien diare di RSUD Sogaten Kota Madiun mengalami lonjakan tajam. Hingga kemarin, penderita diare yang dirawat rumah sakit milik pemkot ini sudah mencapai 40 orang pasen. Humas RSUD Sogaten Muhammad Samhan, mengatakan, meski jumlah penderita cukup banyak dibanding hari-hari biasa, kapasitas rumah sakit masih mencukupi untuk menampung pasien. Tingginya peningkatan jumlah pasien diare ini diduga dampak pasca banjir dan datangnya musim penghujan serta musim panen buah-buahan. "Karena memang siklus diare untuk bulan Januari dan Februari memang biasanya paling tinggi," ungkapnya kemarin (4/2). Kendati demikian, lanjut Samhan, peningkatan jumlah pasien diare ini masih dinilai dalam batas normal. Dinas Kesehatan Kota pun, kata dia, belum menetapkan kejadian luar biasa (KLB), terkait lonjakan kasus diare tersebut. "Hingga sekarang belum ada penetapan KLB dari Dinkes," Lanjutnya. Samhan menjelaskan, tingginya jumlah kasus diare ini disebabkan karena masih buruknya sanitasi dan lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Karena itu, ia mengimbau warga agar menjaga kebersihan lingkungan. "Kalau sudah terjadi gejala muntah dan buang air lebih dari empat kali dalam sehari, sebainya segera memeriksakan diri ke dokter. Karena penyakit ini juga harus ditangani secara benar. Penderita diare akut yang tidak segera ditangani akan menderita dehidrasi dan bisa menyebabkan kematian," imbuhnya. Peningkatan jumlah pasien diare juga terjadi di Rumah Sakit Daerah (RSD) Kabupten Madiun. Mayoritas pasien adalah anak usia di bawah lima tahun (balita). Jika pada bulan Desember 2007 terdapat 20 pasien, Januari tahun ini sudah tercatat sebanyak 43 pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit yang berlokasi di Caruban tersebut. Menurut dr. Oktora Wahyu Wijayanto, spesialis anak rumah sakit setempat, peningkatan jumlah pasien dipengaruhi datangnya musim penghujan. Pasalnya, kenaikan intensitas hujan menyebabkan tingkat kelembaban lingkungan bertambah. "Di tempat tersebut, virus penyakit banyak bersarang," ujar Oki, panggilan akrab Oktora Wahyu Wijayanto, kemarin (4/2). Dijelaskan, penderita pasien anak penderita diare yang dirawat di rumah sakit tersebut kebanyakan dari kelas sosial ekonomi menengah ke bawah. Pasalnya, kalangan tersebut umumnya kurang memperhatikan kebersihan lingkungan rumahnya. Seperti, penempatan WC di kali, pemakaian air minum yang kurang bersih. "Anak-anak mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap makanan," jelasnya kepada koran ini. Oki memperkirakan peningkatan pasien diare akan terjadi sampai bulan April. Ini berdasar siklus trend tiap tahun yang hampir sama. Yakni, sekitar bulan Oktober dan terjadi peningkatan sekitar bulan Desember - Maret. "Bulan April sampai September jumlah penderita diare mengalami penurunan," terangnya. Apakah tanda-tanda penyakit diare, khususnya pada anak? Oki menjelaskan, ubun-ubun kepala seperti ambles, air mata kering, bibir kering, tubuh lemas, elastisitas kulit berkurang serta volume air kencing anak kurang. " Tanda yang paling gampang diketahui, yaitu apabila anak dikasih minum lahap sekali," jelasnya. Untuk pencegahannya, Oki menjelaskan, air yang digunakan untuk minum anak harus matang dan bersih. Apabila perlu, botol direbus untuk membunuh virus maupun bakteri yang menempel. "Kebanyakan para ibu sering lupa, botol minum tidak ditutup kembali. Di situ nanti lalat akan hinggap dan bisa membawa bakteri penyakit," jelasnya. Oki menambahkan, untuk pengobatannya, anak banyak mengkonsumsi cairan seperti teh, susu, maupun oralit. Hal tersebut agar anak tidak sampai dehidrasi. "Apabila anak mencret terus, sebaiknya cepat dibawa ke pusat kesehatan untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut," pungkasnya. (mg3/fik) Post Date : 05 Februari 2008 |