|
SUNGGUMINASA-- Kekeringan yang melanda Parangloe. Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, mereka harus berjalan cukup jauh atau kendaraan roda dua. ''Untuk mendapatkan satu jeriken saja, kami harus ke tempat yang cukup jauh,'' ujar seorang warga di Parangloe, Rabu 21 September kemarin. Persoalan air bersih yang dialami masyarakat Parangloe tersebut sebenarnya bukan kali pertama. Tiap tahun, daerah yang menjadi penyuplai air minum untuk kota Makassar itu justru pada musim kemarau selalu menghadapi persoalan yang sama, kekeringan. Kendati pemerintah setempat telah mengupayakan mencari sumber air dalam kebutuhan masyarakat. Tokoh LSM Parangloe, Muhammad Zakir Dg Lengu mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami daerahnya tersebut. Meski dia mengakui kalau secara geografis Parangloe yang berada di daerah ketinggian sehingga memang agak sulit memperoleh air bersih jika harus mengandalkan air tanah. Waduk Bilibili sendiri berada di dataran rendah. Dengan demikian air tanah memungkinkan masuk ke waduk. Zakir mengaku melihat seharusnya ada teknologi yang memungkinkan untuk mengangkat air tanah ke permukaan. Itu pun dengan kedalaman ratusan meter. Sementara itu, untuk sumber air pegunungan hingga kini masih terus dicari. Direktur Jaring PeDAS yang mengkhususkan diri pada persoalan DAS Jeneberang itu menjelaskan, program pemerintah pusat yang membangun waduk Bilibili merupakan karunia yang cukup besar bagi masyarakat setempat dan sekitarnya. Namun, dampak lain berupa kekurangan air bersih tampaknya tidak diperhitungkan sebelumnya. Karena itu menurut Zakir, pemerintah pusat hendaknya membuat program yang berorientasi pada pengadaan air bersih sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan tiap tahun. ''Tidak ada jalan lain yang harus dilakukan adalah dengan membuat program yang sifatnya komprehensif, apakah untuk pengadaan air bersih atau pengairan untuk masyarakat Parangloe,'' katanya. Sementara itu, Camat Parangloe Drs Marsuki MM beberapa waktu lalu mengakui bahwa persoalan air bersih yang dihadapi masyarakat selalu menyita pemikirannya, terutama bagaimana mereka tidak lagi kekurangan air bersih. "Ada memang upaya untuk mencari sumber tanah, tapi itu juga terbentur persoalan pendanaan," katanya. Tanggapan serupa disampaikan Ketua LSM Karaeng Patingalolloang Himyar Salim. LSM yang mengkhususkan diri pada lingkungan itu mengatakan, pembangunan waduk Bilibili seharusnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat Parangloe. Bagaimana tidak katanya, selain telah mengorbankan tanah untuk kepentingan pembangunan waduk hingga sebagian ikut transmigrasi ke Mamuju, dampak yang mereka peroleh dari waduk juga rupanya tidak terlalu besar. Pemerintah pusat katanya, seharusnya bertanggung jawab terhadap masyarakat Parangloe. Mereka bisa digolongkan tidak memikirkan dampak yang terjadi setelah pembangunan waduk. Dia juga menyarankan untuk tidak membahas pengelolaan waduk Bilibili, sebelum persoalan masyarakat Parangloe tersebut selesai. ''Untuk apa kita membahas soal siapa yang mengelola waduk, sementara persoalan di depan mata tidak pernah terselesaikan,'' katanya . Post Date : 22 September 2005 |