|
JAKARTA (MI): Perairan pantai timur Sumatra merupakan salah satu kawasan di Asia Tenggara yang paling berisiko terkontaminasi arsenik. Demikian hasil penelitian yang dilakukan Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology yang bermarkas di Dubendor, Swiss. Hasil riset yang dilansir jurnal Nature Geoscience, kemarin, menyebutkan penelitian di Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Thailand, dan Indonesia mencatat air tanah di beberapa wilayah mengandung arsenik. Riset menyebutkan beberapa wilayah itu antara lain delta Sungai Irrawaddy di Myanmar, Danau Tonle Sap di Kamboja, delta Sungai Merah Bangladesh, Sungai Chao Phraya Thailand, dan pantai timur Sumatra. Para peneliti dari lembaga itu menemukan kandungan arsenik dalam kadar tinggi dan rendah di sumur-sumur penduduk, yang dibuat pada era 1970-an dan 1980-an. Ironisnya lagi sumur-sumur itu menjadi penyedia air minum penduduk. Sumber arsenik berasal dari sedimen yang terbentuk di tanah akibat pembuatan sumur di tanah dangkal itu. Metode penelitian menggunakan teknik digital inovatif, denah geologi, geografi, dan kimia tanah untuk memperoleh sebuah 'peta kemungkinan' konsentrasi arsenik di lima negara Asia Tenggara dan Bangladesh. Tolok ukur risiko yang digunakan dalam studi itu adalah 0,01 mg arsenik per liter air minum, sebagaimana patokan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di pantai timur Sumatra, wilayah yang diteliti mencakup area seluas 100 ribu km di perairan Pantai Timur Sumatra. Tidak dijelaskan wilayah mana saja yang menjadi cakupan penelitian. Area seluas 100 ribu km2 di perairan pantai timur Sumatra juga diperkirakan rentan kontaminasi arsenik di atas patokan WHO. Prediksi itu didukung sampel air yang diambil dari beberapa daerah di Sumatra yang dianggap memiliki lapisan batuan bawah tanah dengan risiko tinggi dan rendah. Akan tetapi, sumur-sumur di wilayah itu dalam dan menarik air dari bawah sedimen area cadangan air yang mengandung arsenik. ''Peta prediksi itu bermanfaat dalam mengidentifikasi area-area yang memiliki risiko kontaminasi arsenik. Namun, memahami karakter geologi setempat sangat penting untuk beberapa area,'' kata studi tersebut. Studi itu juga menyebutkan sekitar 135 juta orang dari 70 negara mengonsumsi air minum di bawah standar baku mutu air yang disyaratkan WHO. Ketika menanggapi hal itu Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Masnellyarti Hilman, meminta pemerintah daerah setempat untuk meneliti air di sana. ''Kalau di sekitar lokasi itu ada aktivitas penambangan, perlu dilihat amdalnya. Namun, juga perlu dicek bagaimana struktur geologinya, apakah daerah itu mengandung banyak arsenik. KLH belum mendapatkan laporan soal itu,'' kata Masnell. Kurangi pestisida Sebaliknya pakar mikrobiologi klinik Amin Soebandrio menilai pencemaran arsenik bisa ditemukan di mana saja. Seperti di China, ada padi yang tercemar arsenik. ''Sebetulnya warga tidak perlu cemas karena kadar arsenik itu ada yang bisa ditoleransi tubuh. Namun, bila terpaparnya sudah cukup lama, dikhawatirkan terjadi arsenik akut. Kulit bisa menjadi kasar, terkena kanker, dan gangguan metabolisme,'' jelas Amin. Ia menjelaskan arsenik dibagi menjadi dua, yakni organik dan nonorganik. Dalam batas normal, arsenik organik bisa ditoleransi hingga 150 mikrogram per kilogram. Nonorganik lebih rendah lagi yakni 130 mikrogram per kilogram. ''Perlu diwaspadai apabila ada dosis tunggal arsenik cukup tinggi, yakni 100 mg per kg, orang pasti meninggal. Seperti kasus Munir,'' paparnya. Ia menduga arsenik yang ada di pantai timur Sumatra itu mungkin dari limbah-limbah kapal yang lewat di sekitar perairan. Apalagi tidak jauh dari pantai timur Sumatra ada Selat Malaka, sebuah kawasan yang cukup padat dan ramai dilintasi bermacam kapal. Lain pula pendapat yang dilontarkan Hardinsyah, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Bogor. Ia meyakini arsenik yang ada di pantai timur Sumatra tidak hanya akibat penambangan batu secara terbuka dalam skala besar. ''Arsenik juga bisa berasal dari pestisida yang banyak digunakan para petani. Sisa pestisida yang merembes ke parit, sungai, kemudian dibawa ke laut.'' Ia menyarankan pengendalian penggunaan pestisida secara berlebihan kepada masyarakat. ''Hindari pestisida langsung masuk ke air. Dan mulailah para petani mengganti pestisida dengan organik,'' sarannya. (*/DD/AP/H-3) Post Date : 15 Juli 2008 |