|
Pandeglang, Kompas - Ratusan warga di sejumlah desa di selatan Kabupaten Pandeglang, Banten, terisolir lantaran banjir kembali meninggi pada Rabu (26/11) kemarin. Mereka kesulitan memperoleh bahan makanan karena sebagian besar jalan terendam air. Daerah terisolir itu di antaranya Desa Idaman dan Rahayu di Kecamatan Patia. Warga di daerah itu tidak bisa beraktivitas karena jalan antardesa dan antarkampung terendam banjir. Di Kecamatan Patia, Desa Idaman menjadi desa paling parah terkena dampak banjir. Seluruh jalan akses menuju desa di ujung Kecamatan Patia itu terendam banjir sehingga tidak bisa dilalui kendaraan. Satu-satunya alat transportasi yang bisa digunakan untuk masuk-keluar Idaman hanya perahu. Kondisi itu membuat para pemilik warung bahan makanan enggan kulakan keluar Idaman. Akibatnya, persediaan bahan makanan di sejumlah warung di desa itu pun menipis. Padahal, sebagian besar warga sudah tidak memiliki simpanan beras karena seluruh padi hasil panen mereka sudah habis dijual. ”Sekarang yang paling dibutuhkan warga adalah kebutuhan pokok sehari-hari. Soalnya, warga sulit untuk keluar rumah,” demikian penjelasan Ahmad, warga Idaman. Selain Patia, warga di Desa Kubang Kampil, Kecamatan Sukaresmi, juga terisolir. Mereka tidak bisa beraktivitas karena seluruh akses jalan menuju desa itu masih terendam banjir. Begitu pula warga di sejumlah perkampungan di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang. Sudah tiga hari, mereka tidak bisa keluar kampung karena seluruh jalan terendam air. Sementara menurut data yang dihimpun Polres Pandeglang, banjir merendam 1.420 rumah di sembilan desa di Kecamatan Patia. Banjir juga mengakibatkan satu rumah di Desa Surianeun rusak ringan dan tiga rumah di Desa Rahayu roboh. Pada Rabu sore, air luapan Sungai Cilemer semakin meninggi. Jalan penghubung Kecamatan Pagelaran dan Patia mulai terendam air dengan ketinggian di atas 50 sentimeter. BKT terhadang sengketa Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengemukakan, hingga 26 November 2007, sebanyak 29 persen lahan untuk Banjir Kanal Timur (BKT) belum dapat dibebaskan karena umumnya bersengketa. Untuk melanjutkan proyek BKT, dana konsinyasi Rp 526 miliar akan dititipkan Pemprov DKI Jakarta ke pengadilan. ”Silakan yang bersengketa berurusan dengan pengadilan. Ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum,” ujar Fauzi seusai rapat di Istana Wapres, Jakarta, Rabu. (NTA/INU) Post Date : 27 November 2008 |