PAM Jaya Tidak Mau Mundur

Sumber:Kompas - 08 Desember 2012
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Negosiasi ulang pengembalian keuntungan antara PAM Jaya dan operator PT PAM Lyonnaise Jaya belum selesai. PAM Jaya bertahan dengan pengembalian keuntungan kepada operator 15,82 persen, sementara Palyja ngotot minta pengembalian 19,4 persen.
 
”Nilai ini tidak menguntungkan PAM karena terlalu besar, sebaliknya justru memberi keuntungan operator lebih besar. Sebisa mungkin pengembalian keuntungan tidak saling merugikan,” tutur Direktur Utama PAM Jaya Sri Widayanto Kaderi, Jumat (7/12), di Jakarta.
 
Menurut Sri Widayanto, nilai pengembalian keuntungan (internal rate of return/IRR) yang ditawarkan pemerintah sudah mempertimbangkan banyak hal, di antaranya suku bunga bank dan keberpihakan ke warga.
 
Pada perjanjian kerja sama sebelumnya, IRR pengelolaan air bersih sebesar 22 persen. Sementara itu, kesepakatan IRR dengan operator PT Aetra sudah selesai. ”Soal IRR harus sama untuk seluruh operator, sebab yang diurus sama, yaitu bisnis pelayanan air bersih,” katanya.
 
Mengenai alotnya proses negosiasi ulang tersebut, Sri Widayanto meminta Badan Regulator hadir menjadi mediator.
 
”Kami ingin Badan Regulator (BR) kembali menjalankan perannya. Misalnya jika ada persoalan dalam proses negosiasi kami dengan operator, mereka hadir untuk menengahi. Saat ini proses itu masih kami jalani,” katanya.
 
Anggota Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta, Firdaus Ali, memahami tawaran PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) kepada PAM Jaya. Kondisi Palyja berbeda dengan Aetra, yang bisa menikmati air baku dengan harga lebih murah. Palyja untuk mengatasi kekurangan air baku harus membeli air bersih olahan ke Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang, dengan harga Rp 2.200 per meter kubik.
 
Apabila Palyja mendapat pasokan air baku yang cukup dan mengolahnya sendiri, harga jualnya pasti lebih murah. Sementara itu, pada Aetra seluruh air baku dipasok dari Jatiluhur dengan harga
 
Rp 200 per meter kubik sehingga air olahannya menjadi lebih murah.
 
Anggota Bidang Pelayanan dan Humas Badan Regulator PAM Dedy Pujasumedi mengatakan, BR PAM selalu aktif dalam proses mediasi antara operator dan pemerintah terkait penetapan IRR.
 
”Sesuai tugas kami yang tertuang dalam peraturan gubernur, kami selalu aktif dalam proses mediasi. Sudah ada tim-tim kecil terdiri dari pihak terkait layanan air bersih yang aktif berdiskusi dan merumuskan usulan-usulan dengan banyak pertimbangan. Rumusan ini yang dibawa ke BR untuk dibicarakan lagi dengan mempertimbangkan sebesar-besarnya demi kepentingan warga/ masyarakat,” kata Dedy.
 
Keluhan
 
Di tengah negosiasi bagi untung antara operator dan pemerintah, layanan air bersih bagi sebagian warga Jakarta dirasakan masih buruk. Sejumlah pengusaha pencucian sepeda motor dan mobil di Jakarta Utara mengaku menyedot air tanah karena pasokan PAM tidak lancar.
 
Kadar (25), karyawan sebuah pencucian mobil di Koja, mengatakan, distribusi air dari PAM kadang terhenti tanpa pemberitahuan. Kondisi ini mendorong mereka memakai air sumur untuk usaha.
 
Empat dari lima tempat pencucian yang didatangi petugas, mengambil air tanah untuk usaha. Namun, pengelola tidak bisa menunjukkan surat izin pengambilan air tanah.
 
Menurut Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara Mudarisin, pemda setempat telah melipatgandakan tarif air tanah pada 2009 untuk menghambat defisit air tanah yang kian parah. Akan tetapi, kenaikan tarif ini disiasati oleh sebagian pelaku usaha dengan membuat sumur secara sembunyi-sembunyi.
 
Pengolahan air bersih
 
Di tengah persoalan ketahanan air yang masih kritis, ikatan alumni perguruan tinggi Jerman di Indonesia menawarkan pengolahan air bersih untuk permukiman padat. Mereka mengenalkan ide kreatif pemanfaatan air kali, situ, ataupun air hujan yang dapat diolah sebagai air bersih untuk warga melalui integrasi teknologi sehingga memungkinkan dilakukan.
 
”Mereka baru mengenalkan ide kreatif. Hitungan mereka pemanfaatan air dapat dilakukan dengan cara yang sederhana dengan sentuhan teknologi,” tutur Wiryatmoko, Asisten Pembangunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kamis lalu.
 
Menurut Wiryatmoko, potensi air yang bisa diolah menjadi air bersih sangat besar. Alumni Jerman itu menawarkan bak-bak sebagai penampung air yang juga dapat dipakai untuk penanganan bencana kebakaran.
 
Menanggapi rencana ini, Firdaus Ali mengatakan, tawaran tersebut tidak banyak manfaatnya. Persoalan yang harusnya diselesaikan oleh Pemprov DKI adalah menyediakan bahan baku air bersih.
 
”Tawaran pihak swasta akan membebani anggaran. Sementara persoalan sebelumnya juga belum selesai,” tutur Firdaus menjelaskan. (NDY/MKN/NEL)


Post Date : 08 Desember 2012