PAM Jaya: Tarif Air Harus Naik

Sumber:Kompas - 06 Juli 2009
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Meskipun Badan Regulator Pelayanan Air Minum mengajukan beberapa usul untuk tidak menaikkan tarif air bersih, PAM Jaya bersikeras menaikkannya. Tarif yang ada saat ini sudah tidak memadai dan membuat PAM Jaya terkena utang karena short fall.

Direktur Utama PAM Jaya Hariadi Priyohutomo, Minggu (5/7), mengatakan, sejak Februari sampai Juni 2009, utang PAM Jaya karena short fall sudah bertambah lebih dari Rp 30 miliar. Utang kepada kedua mitra swasta PAM Jaya, Palyja dan Aetra, akan terus bertambah jika tarif tidak segera dinaikkan.

Short fall terjadi karena tarif lebih kecil dibandingkan dengan imbal air dan bagian pihak pertama yang harus didahulukan. Imbal air adalah dana yang harus dibayarkan PAM Jaya kepada mitra swasta karena sudah mengolah air bersih dan mendistribusikannya. Sementara bagian pihak pertama yang harus didahulukan adalah pemasukan bagi PAM Jaya, Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) dan Pemprov DKI, serta pembayaran utang kepada Departemen Keuangan.

Sebelumnya, PAM Jaya pernah berutang sampai Rp 900 miliar kepada kedua mitranya karena short fall pada 1998-2002. Utang itu sudah turun menjadi sekitar Rp 300 miliar pada awal 2009 dan mulai naik lagi di pertengahan tahun.

”Kami tidak mematok target kenaikan tarif bagi pelanggan. Yang penting jangan sampai terjadi short fall lagi karena akan mengganggu kinerja keuangan PAM Jaya dan mitra swasta sebagai operator,” kata Hariadi.

Kepala Komunikasi Perusahaan PT Palyja Meyritha Maryanie mendukung permintaan kenaikan tarif karena short fall akan merugikan pihaknya. Pemasukan dari tarif pertama-tama dipotong untuk membayar bagian pihak pertama yang harus didahulukan. Setelah itu, dananya untuk membayar imbal air bagi pihaknya sebagai operator.

Jika dana imbal air itu kurang dari yang seharusnya, kinerja keuangan perusahaannya akan mendapat masalah. Kondisi keuangan itu akan berkorelasi langsung dengan kinerja pelayanan air bersih bagi pelanggan. Padahal, pihaknya selalu ingin memberi yang terbaik bagi pelanggan air bersih di Jakarta.

Sementara itu, anggota BR PAM, Firdaus Ali, mengingatkan, kenaikan tarif yang terlalu tinggi akan berdampak pada ditinggalkannya PAM Jaya oleh pelanggan. Kenaikan tarif sebetulnya dapat dihindari atau ditekan serendah mungkin jika ada beberapa penyesuaian.

Penyesuaian pertama adalah penghitungan pajak perusahaan dari 30 persen menjadi 28 persen dan turun lagi menjadi 25 persen pada tahun-tahun berikutnya. Penyesuaian berikutnya adalah penurunan tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) dari 22 persen menjadi 18 persen.

Selain itu, imbal air untuk kedua mitra swasta PAM Jaya juga sudah diturunkan karena mereka menurunkan target teknis pelayanan yang sudah tidak tercapai dalam lima tahun terakhir. Imbal air Palyja turun dari Rp 7.400 menjadi Rp 7.020 per meter kubik. Adapun imbal air Aetra juga turun dari Rp 6.200 menjadi Rp 5.670 per meter kubik.

”Jika imbal air sebagai komponen terbesar tarif diturunkan, tarif bagi pelanggan seharusnya tidak naik,” kata Firdaus.

Menurut Firdaus, beberapa pelanggan besar PAM Jaya, seperti pelabuhan, hotel, dan industri, sudah mengajukan diri untuk membangun instalasi pengolahan air bersih dari limbah, sungai, atau air laut. Mereka melakukan itu karena tarif air PAM Jaya dinilai terlalu tinggi.

PAM Jaya, kata Firdaus, perlu memikirkan langkah-langkah efisiensi supaya tarif air tidak terlalu tinggi. Dan, penyedotan air tanah juga tak berlebihan.

Menanggapi permintaan BR PAM, Hariadi mengatakan, kenaikan tarif bakal ditekan tidak terlalu tinggi karena imbal air bagi kedua operator sudah dikurangi. (ECA)



Post Date : 06 Juli 2009