PAM Jaya Merasa Tak Berutang

Sumber:Koran Tempo - 25 Juli 2008
Kategori:Air Minum

JAKARTA -- Direktur Utama PAM Jaya Hariyadi mengatakan tak merasa punya utang apa pun kepada lembaga lain menyangkut air yang dihasilkannya. Karena itu, ia menolak klaim pemerintah Jawa Barat yang mengatakan pihaknya berutang pajak air dari Waduk Jatiluhur sebesar Rp 25 miliar. "Air sungai apa yang kami pakai?" kata Hariyadi saat dihubungi Tempo di Jakarta kemarin.

Hariyadi menganggap klaim pemerintah Jawa Barat tidak masuk akal. Ia beralasan air yang dipakai PAM Jaya untuk menyuplai warga Jakarta adalah air baku yang berasal dari saluran Parung Barat di Waduk Jatiluhur. "Kami tidak pernah berutang kepada siapa pun," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah Jawa Barat sampai saat ini mengklaim PAM Jaya masih berutang kepada provinsi ini Rp 25 miliar atas pembayaran pajak air Waduk Jatiluhur sejak 2002.

Menurut Kepala Unit Pelayanan Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah XI Purwakarta Takdis Zaenal Arifin, kewajiban pembayaran itu sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pajak Air Permukaan dan Air Bawah Tanah. Menurut aturan itu, PAM harus membayar pajak yang nilainya 10 persen dari perolehan air atau setara dengan Rp 10 per meter kubik.

Aturan itu menyebut hasil pajak air itu dibagi dua. Untuk pemerintah Purwakarta selaku pemilik kawasan Waduk Jatiluhur sebesar 70 persen dan 30 persen untuk pemerintah Jawa Barat.

Dalam prakteknya, menurut Arifin, sudah enam tahun ini PAM Jaya tak pernah membayar. Mereka bahkan mengklaim tak mengambil air dari Jatiluhur. “Padahal air baku PAM itu dipasok dari danau Jatiluhur. Logikanya, tak mungkin ada pengolahan air kalau tidak ada suplai air baku,” kata Arifin (Koran Tempo, 24 Juli 2008).

PAM Jaya sendiri hingga kemarin masih berkeras merasa tidak berutang apa pun. "Tidak ada kewajiban negara yang kami abaikan," kata Hariyadi. Menurut dia, selama ini pihaknya selalu membayar air yang mereka ambil dari Waduk Jatiluhur Rp 130 per meter kubik kepada Perum Jasa Tirta II sebagai pengelola waduk. "Dari sejak harganya Rp 20 per meter kubik hingga sekarang kami selalu bayar," katanya.

Pihaknya juga merasa tidak terikat apa pun dengan pemerintah daerah, termasuk kewajiban membayar pajak air tanah. Karena lokasinya berada di Jakarta, PAM Jaya hanya patuh pada peraturan pemerintah Jakarta. "Sementara di DKI tak ada peraturan itu," katanya. MUSTAFA SILALAHI | NANANG SUTISNA



Post Date : 25 Juli 2008