|
MASALAH sampah yang menggunung sejak beberapa tahun terakhir menjadi bom waktu yang siap meledak setiap saat. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun banyak menuai kritik karena dianggap tidak serius dalam menangaani masalah itu. Sementara itu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengaku telah menyerahkan beberapa konsep penanganan pengolahan sampah kepada Pemprov DKI sejak beberapa tahun terakhir. Hanya sejauh ini, masih belum jelas kapan konsep itu akan diterapkan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Direktur Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi , Material dan Lingkungan Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT, Dr Ir Tusy A Adibroto MSi, mengemukakan lembaganya telah mendalami masalah sampah sejak lebih dari 20 tahun lalu, atau sekitar tahun 1980-an. "Kami punya beberapa konsep penaganan sampah, dari pendekatan teknologi yang menjadi kompetisi kami," ujar Tussy kepada Pembaruan, Sabtu (10/1) LALU. Dari pendekatan teknologi, terdapat dua cara yang paling ideal dalam mencegah terjadinya gunungan sampah sejak dari sumbernya, yaitu dalam skala rumah tangga kemudian ke tempat pembuangan sementara (TPS) dan akhirnya tempat pembaungan akhir (TPA). "Yang pertama harus dilakukan adalah mengubah pandangan masyarakat mengenai sampah," Ia menegaskan. Selama ini masyarakat telanjur memandang sampah sebagai benda yang harus dibuang. Pandangan itu harus diubah , agar masyarakat memandang sampah sebagai suatu bahan baku produk lainnya. " Jadi bisa untuk didaur ulang. Apabila masayrakat melihat sampahitu sebagai bahan baku, sampah tidak akan dibuang tetapi diolah,"tuturnya. Itu sebabnya Tussy menyebut TPA sebagai Tempat Pengolahan Akhir, bukan Tempat Pembuangan Akhir. dan TPS sebagai tempat pengolahan sementara bukan tempat pembuangan sementara. Pendekatan kedua, mengkaji cara menangani sampah di TPS atau TPA yang bermasalah. Selama ini, masalah sampah menjadi berlarut-larut karena pemerintah telah cukup lama membiarkan sampah menggunung di TPA. "Terlebih lagi , sampah di sana sudah jadi gunungan sampah yang telah beberapa belas tahun. Sementara jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat DKI setiap harinya cukup besar, sehingga pada akhirnya menimbulkan masalah yang sangat besar.," katanya. Ia melihat sampah itu di TPA selama ini setiap hari dibiarkan menumpuk begitu saja."Penyelesaian selama ini tidak komprehensif. Penyelesaiannya hanya penyelesaian sementara, misalnya hanya dengan memperpanjang kontrak TPA dari tahun ke tahun sehiangga pada akhirnya masalah itu akan meledak lagi," katanya. Ia berpendapat, masalah sampah adalah masalah lingkungan dan salah satu ciri masalah lingkungan adalah keterpaduan dan ketergantungan satu sama lain. Hal itu menjadi rumus mutlak, yaitu semua pihak, pemda maupun masyarakat, harus duduk bersama. "Semua pemangku kepentingan harus dan berbicara bersama untuk mencari penyelesaiannya," ujarnya. Jadi Budaya Dari aspek teknoogi, BPPT sudah punya konsep pemecahan pengolahan sampah sejak dari sumber hingga TPA. Meskipun demikian hingga saat ini pihaknya belum melakukan uji coba, dan baru mulai mengkaji mengelola atau mengolah sampah di TPA yang sekarang menggunung. Tusy menjelaskan, pengolahan sampah dari sumbernya bisa dilakukan dengan membuat kompos, dengan menggunakan komposter, yaitu alat membuat kompos. Setiap rumah tangga hendaknya dihimbau, bahkan jika sudah didukung oleh peraturan bisa diwajibkan untuk memilih komposter. "Kebetulan sekali sampah di Indonesia sebagian besar atau 70 % adalah sampah organik, yang sebetulnya itu bisa dioplah di skala rumah tangga. Contohnya, sehabis potong rumput dirumah, kumpulkan dan masukkan rumput ke dalam karung, kalau tidak punya komposter. Cukup di taruh di bawah pohon, dua bulan kemudian rumput sudah hancur dan bisa digunakan sebagai kompos yang berguna sebagai penggembur tanah," katanya. pasar, ujar Tussy, juga seharusmnya memiliki alat pengolahan sampah organik. Klau belum ada, sebaiknya di TPS sudah ada alat pengolahan sampah. Lembaganya bahkan sudah mengusulkan agar sampah anorganik di TPS dikumpulkan, dan bekerjasama dengan pemulung bisa didaur ulang kemblai menjadi produk baru. Untuk itu dibutuhkan skema pendanaan yang jelas. Setelah itu barulah sisanya dikirim ke TPA untuk diolah. Salah satu syarat penting untuk mencegah penggunungan sampah adalah dengan memilah sampah. Jadi masyarakat harus membiasakan membuang sampah dengan terlebih dahulu memilah antara sampah organik dan anorganik."Hal itu seharusnya sudah menjadi budaya masyarakat, sehingga jika membuang sampah tanpa memilah, punya perasaan bersalah," katanya. Di TPA katanya, sampah lebih baik diolah menjadi kompos karena sampah di Indonesia rata-rata 70 persen adalah sampah organik. Kompospun bisa digunakan untuk kepentingan lain." Tetapi untuk pembuatan kompos dibutuhkan pabrik agar berjalan dengan baik," Ia mengingatkan. PEMBARUAN/YUMELDASARI CHANIAGO Post Date : 13 Januari 2004 |