|
Palembang, Kompas - Penimbunan rawa dan rawa gambut di Palembang hingga saat ini masih marak. Di sejumlah lokasi, rawa yang merupakan tempat penampungan air dan pencegah banjir semakin diuruk untuk permukiman dan pembangunan. Berdasarkan pantauan, Sabtu (10/2), penimbunan rawa masih marak di Kecamatan Sako. Rerumputan dan tanaman liar khas rawa sudah habis dipangkas, dan ditimbun dengan tanah. Di beberapa tempat yang masih menyisakan rawa, genangan air masih terlihat meskipun siang itu tidak hujan. Di Kelurahan Lebong Gajah, sekitar lima hektar areal rawa dan rawa gambut dialihkan untuk pembangunan permukiman Griya Cipta Pratama. Hunian tipe-36 yang dibangun sejak tahun lalu itu direncanakan berjumlah 400 rumah. Tenaga Kerja Teknis Griya Cipta Pratama, Dody Elferd, Sabtu, mengatakan, 25 persen dari kawasan itu merupakan daerah rawa, dan 75 persen lainnya rawa gambut berkedalaman sekitar 80 sentimeter. Penimbunan rawa dilakukan dengan menggunakan top soil, batu pecah, pasir, dan batu. Meski demikian, pihakny telah mengganti fungsi rawa yang hilang dengan pembangunan saluran induk dan kolam retensi seluas 1,5 hektar di permukiman itu. "Nantinya air hujan dan luapan sungai akan tertampung di kolam, sehingga tidak menimbulkan genangan air," katanya. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2002 mengenai pengurukan rawa disebutkan, setiap pengembang yang akan menguruk tanah rawa seluas 1.000 meter persegi atau lebih harus menyisakan 50 persen lahan untuk drainase atau membuat sumur resapan. Pengamat Perkotaan Ir Ari Siswanto MCRP, mengatakan, sistem drainase yang buruk dan konversi lahan dari kawasan rawa menjadi kawasan terbangun merupakan pemicu terjadinya banjir di dalam Kota Palembang. Penimbunan rawa yang terus-menerus menyebabkan air yang tidak tertampung di kawasan itu akan meluber, bahkan membanjiri daerah yang tidak pernah banjir. Lebih dai itu, penimbunan rawa yang marak dikhawatirkan menutup daerah rawa yang seharusnya dikonservasi. Selama ini, belum ada ketetapan pemerintah tentang rawa yang boleh dan tidak boleh ditimbun. Beberapa ciri rawa konservasi kedalamannya berkisar dua meter, dan tergenang setidaknya empat bulan dalam setahun. Dari 40.000 hektar luas wilayah Palembang, luas lahan rawa mencapai 21.000 hektar atau 54 persen. Kini, jumlah rawa hanya tersisa 30 persen dari luas kawasan, sehingga memicu banjir setiap tahun. Pihaknya mengidentifikasi setidaknya 2.400 hektar rawa di Palembang yang harus dilindungi dan tidak boleh dialihfungsikan untuk menjaga keseimbangan tata air kawasan. Sebagian kawasan rawa itu masih kosong, dan ada yang telah dimanfaatkan untuk pertanian dan permukiman liar. Untuk itu, pemerintah diminta selektif memberikan izin penimbunan rawa, agar pembangunan tidak menggerus kawasan rawa konservasi. "Pemerintah harus tegas menetapkan daerah rawa yang tidak boleh ditimbun, untuk menghindari Palembang dari banjir, " kata Ari.(lkt) Post Date : 12 Februari 2007 |