|
Adopsi Manajemen PDAM, Pakai Meteran dan RekeningBerawal dari upaya mencukupi kebutuhan air untuk rumah tangganya sendiri, Ahmad Ali Nurofiq, warga Widengan, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, akhirnya mengembangkan usaha pengelolaan air bersih seperti PDAM (perusahaan daerah air minum). Deru mesin disel terdengar dari halaman sebuah rumah paling mentereng di lingkungan Widengan, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, kemarin. Pemilik rumah itu, Ahmad Ali Nurofiq, 31, kemudian muncul dari balik pintu dan berlari kecil menuju mesin disel tersebut dan mematikannya. Setelah itu, dia menyilakan wartawan koran ini masuk ruang tamu rumahnya. "Inilah pompa utama yang menstok kebutuhan air bersih bagi pelanggan saya," kata Ali membuka pembicaraan. Rumah bercat putih itu merupakan markas Pengairan Air Bersih (PAB), usaha penyedia kebutuhan air bersih sejumlah warga di lingkungan Widengan, tersebut. Pengambilan air dari sumber serta pengurusan administrasi (kantor) terpusat di rumah berhalaman luas tersebut. Di rumah itu pelanggan membayar rekening air setiap bulan, mengajukan pemasangan jaringan baru, dan komplain kalau ada kemacetan atau kebocoran pipa. Untuk semua urusan tersebut dikerjakan sendiri oleh Ali. Sebagai pemilik usaha, dia juga merangkap teknisi (pemasangan/perbaikan jaringan), petugas administrasi, dan petugas pencatat meteran. Air bersih yang disalurkan ke rumah-rumah pelanggan melalui pipa-pipa berasal dari sebuah sumur bor di halaman rumah pria jebolan Jurusan Listrik STM Negeri Tuban tersebut. Air dari sumur bor ini kemudian ditampung di tempat tandon yang terletak di belakang rumah. Sebuah tempat tandon beton berkapasitas 7m3 berada di bawah, sedangkan dua tempat tandon lain masing-masing berkapasitas 1m3 ditaruh di atas menara beton setinggi kurang lebih 7m. Di tempat-tempat tandon itulah semua pipa pelanggan PAB terpusat. Tempat-tempat tandon itu hampir tak pernah kosong. Setiap kali air dalam tempat tandon tersebut hampir habis, Ali segera menyalakan pompa disel untuk mengisinya. Menurut Ali, sumur bor yang dibuat pada Mei lalu itu semula untuk mencukupi kebutuhan air bersih rumah tangganya sendiri. Sebab, kampung Ali yang berada di kawasan perbukitan kapur pinggiran Kota Tuban tersebut tidak terjangkau pelayanan PDAM Tuban. Sebelumnya, untuk mencukupi kebutuhan air bersihnya warga setempat membeli air dalam tangki, dan sebagian lagi membuat sumur sendiri. Pada musim kemarau seperti saat ini, sebagian besar sumur warga tersebut tidak ada airnya lagi. Namun, tidak demikian dengan sumur Ali. Debit air yang dikeluarkan cukup besar. Karena itu, sejumlah tetangga Ali kemudian datang dan meminta air dari sumur tersebut. Dari situlah kemudian muncul gagasan Ali untuk menyalurkan air sumurnya melalui pipa-pipa -seperti yang dilakukan PDAM- ke sejumlah rumah tetangganya. Bak gayung bersambut, gagasan Ali itu disetujui beberapa tetangganya. Mereka menganggap PAB milik Ali merupakan salah satu alternatif untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Sebab, kecil kemungkinan PDAM Tuban bisa melayani kebutuhan air warga kampung tersebut karena jaraknya yang jauh dan kondisi kampung yang berbukit. Awal Juli lalu, PAB resmi beroperasi. Kini, PAB memiliki sembilan pelanggan. Semua bertarif rumah tangga karena memang hanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pelanggan terjauh berjarak sekitar 450 meter dari tempat tandon. Selama 3,5 bulan beroperasi, PAB nyaris tak pernah kehabisan air. Air yang disalurkan juga bagus. Bahkan, sejumlah warga menyatakan kualitas air PAB jauh lebih bagus daripada air PDAM Tuban. Lancarnya air PAB itu membuat sejumlah warga lainnya ingin menjadi pelanggan. Sebulan terakhir, kata Ali, sudah ada delapan tetangganya yang mendaftar menjadi pelanggan. Hanya, mereka belum bisa terlayani karena belum memenuhi persyaratan administrasi. Untuk mengelola PAB, Ali mengadopsi hampir semua sistem administrasi PDAM Tuban. Untuk pelanggan baru, misalnya, dia mengenakan biaya pemasangan pipa minimal Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta lebih. Besar-kecilnya biaya itu tergantung jarak lokasi rumah pelanggan dengan pusat distribusi. Biaya itu untuk membeli pipa, meteran, biaya pemasangan, dan administrasi. Sebelum pemasangan pipa, para pelanggan baru juga harus mengisi dan menandatangani blangko dan perjanjian. Untuk pembayaran, pelanggan juga dikenai biaya rekening sesuai debit air yang disalurkan serta biaya bulanan untuk pemeliharaan jaringan dan administrasi Rp 7.500. Biaya pemeliharaan jaringan dan administrasi itu juga muncul dalam rekening pembayaran (berbentuk kuitansi) yang harus dibayar paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pelanggan yang terlambat bayar, didenda. Seluruh pembayaran tersebut berlangsung di rumah Ali. Tarif air bersih yang disalurkan PAB memang lebih mahal dibanding PDAM Tuban. Untuk pemakaian 0-10m3, tarif per kubiknya Rp 1.750. Sedangkan tarif PDAM, untuk pemakaian 0-10 m3 Rp 950 per kubik. Untuk bisa menghitung berapa kubik air yang digunakan pelanggan, setiap tanggal 10 Ali keliling mendatangi rumah pelanggan untuk mencatat pemakaian air sesuai dalam meteran di masing-masing rumah pelanggan. "Selain mencatat meteran, saya juga kontrol, barangkali ada instalasi yang perlu diperbaiki," katanya. Ditanya keuntungan PAB, pria kelahiran 24 Mei 1975 ini menyatakan, nilainya tidak seberapa karena sebagian besar rekening yang dibayar pelanggan terserap untuk biaya bahan bakar disel dan perawatan instalasi. (*) DWI SETIYAWAN, Tuban Post Date : 22 November 2006 |