Operator Swasta Tak Memuaskan

Sumber:Kompas - 05 April 2008
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Kinerja operator swasta yang mengelola air minum di Jakarta, yakni PT Thames PAM Jaya dan PT Palyja, hingga kini belum juga memuaskan. Pelayanan masih di bawah standar. Salah satunya terlihat dari tingkat kebocoran air yang justru makin meluas. Sementara itu, target investasi belum juga terpenuhi.

Hal ini terungkap dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan operator swasta yang mengelola air minum, PT Thames PAM Jaya (TPJ) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), di DPRD, Jumat (4/4).

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Nurmansjah Lubis mengatakan, tingkat kebocoran air PT Palyja pada tahun 2006 sebanyak 35,4 persen meningkat menjadi 47,6 persen pada tahun 2007. Adapun kebocoran air di PT TPJ dari 40,49 persen pada tahun 2006 meningkat menjadi 53,52 persen pada tahun 2007.

Meningkatnya kebocoran air ini, kata Nurmansjah, menunjukkan masih buruknya kinerja operator swasta yang mengelola air minum di Jakarta. DPRD meminta kedua operator merevitalisasi pipa dan berinvestasi besar-besaran untuk memperluas jangkauan layanan.

Nurmansjah juga melihat investasi yang dilakukan PT TPJ baru terealisasi 64 persen dari target, sedangkan investasi PT Palyja baru terealisasi 73 persen. ”Janji PT TPJ yang sekarang dimiliki Acuatico untuk menanamkan investasi senilai 15 juta dollar AS juga belum terpenuhi. Jangan sampai kelak perusahaan ini dijual lagi ke investor lain setelah nilai asetnya naik,” katanya.

Dari paparan yang disampaikan saat rapat dengan DPRD DKI, terungkap kapasitas PT PAM Lyonnaise Jaya 8.875 liter per detik dan kapasitas PT Thames PAM Jaya 9.000 liter per detik. Dengan demikian, total kapasitas air minum di Jakarta yang dilayani dua operator swasta itu 17.875 liter per detik.

Penduduk yang sudah terlayani air minum saat ini 62,21 persen dengan 753.799 sambungan langsung dan 1.756 pelanggan hidran. Ini berarti masih ada 37,79 persen penduduk Jakarta yang belum terlayani.

Air tanah

Nurmansjah menambahkan, tarif air tanah juga harus ditinjau. Banyak yang menggunakan air tanah sebanyak-banyaknya, tetapi membayar murah. Sementara itu, PDAM ditantang untuk menyediakan pelayanan untuk gedung tinggi dengan optimal.

Ketua Bidang Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia Rudy P Tambunan menyatakan, kenaikan tarif itu harus diikuti dengan pengetatan izin mengebor air sumur dalam.

”Air sumur dalam itu merupakan air fosil yang waktu pembentukannya teramat lama, tak seperti air sumur dangkal,” kata Rudy. (KSP/SF)



Post Date : 05 April 2008