Operator ancam pangkas investasi

Sumber:Bisnis Indonesia - 18 Juni 2009
Kategori:Air Minum

JAKARTA: Palyja dan Aetra, operator air minum di DKI, menyiapkan kompensasi penurunan besaran kenaikan tarif air minum seperti yang diminta gubernur.

Kompensasi itu meliputi seluruh komponen inti kinerja perusahaan, mulai dari penurunan target investasi sampai pembagian risiko dengan pemprov terhadap nominal denda yang diberikan atas kegagalan target produksi, cakupan layanan, penjualan, dan tingkat kehilangan.

"Kenaikan tarif yang kami usulkan adalah angka yang telah disesuaikan dengan kebutuhan investasi dan risiko operasional perusahaan," kata Direktur Bisnis Servis PT Aetra Air Jakarta (Aetra) Rhamses Simandjuntak di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan sejak periode 1998-2001, tarif air minum-populer disebut air PAM-di Jakarta belum pernah mengalami kenaikan, sehingga kerugian dan kehilangan air selama kegiatan operasi dalam periode itu (biaya short fall) ditanggung operator.

Dalam 4 tahun terakhir saja, katanya, biaya short fall yang harus ditanggung operator sebesar Rp260 miliar hingga 2012. Akibatnya, sejak 1998, perusahaan baru satu kali dapat menyetorkan dividen.

Pengembalian investasi

Mengenai perhitungan tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) yang menurut gubernur terlalu tinggi, Rhamses mengatakan nilai IRR itu sudah diperhitungkan berdasarkan risiko yang ditanggung investor sebagai pengelola.

Gubernur DKI Fauzi Bowo sebelumnya menyatakan menolak besaran imbalan air (water charge) periode 2009-2012 yang diusulkan Aetra dan Palyja dan menginstruksikan agar dilakukan revisi pada usulannya.

"Beberapa revisi yang saya minta adalah internal rate of return yang terlalu tinggi, dan perhitungan pajak yang berkurang secara gradual. Opsi yang mereka minta terlalu tinggi, jadi saya minta itu dievaluasi ulang," ujarnya.

Selain meminta revisi ulang, gubernur menegaskan pemprov juga sudah memastikan agar tarif air minum-atau populer disebut air PAM-untuk kelompok rumah tangga kecil yang kini dipatok Rp1.050 per m3 dikecualikan atau tidak ikut naik.

Senada dengan Rhamses, Komisaris PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) Bernard Lafrogne mengatakan kenaikan tarif sebesar 22,7% yang diajukannya telah disesuaikan dengan kebutuhan investasi yang diperlukan dalam 5 tahun ke depan.

"Jika gubernur keberatan dengan kenaikan tarif, maka risikonya investasi diperkecil, dan kami tidak bisa lakukan apa-apa jika usulan ini ditolak."

Mengenai usulan perubahan IRR yang dinilai terlalu tinggi, Bernard berpendapat untuk mengubah itu perlu dilakukan perubahan kontrak yang sebelumnya sudah disepakati antara PAM Jaya dan Palyja. Dengan kata lain, harus ada negosiasi ulang untuk itu.

"Nilai IRR itu juga menurut saya tidak terlalu tinggi, melihat kebijakan pemerintah pusat yang menyatakan investor untuk sektor infrastruktur bisa mengajukan IRR 18%-25%. Sedangkan nilai IRR yang kami usulkan 20%-an. Jadi itu angka yang cukup wajar," ujarnya.

Selain keberatan tentang revisi kenaikan tarif, kedua operator juga menilai kenaikan tarif air untuk kategori masyarakat rumah tangga kecil yang tarifnya saat ini Rp1.050 per meter kubik sudah sewajarnya dinaikkan.

Pasalnya, menurut Rhamses, jika tarif kelompok itu tidak naik, maka gap antara kelompok kecil dan kelompok industri akan sangat jauh, dan kenaikan untuk tarif kelompok industri dan hotel mewah akan makin tinggi karena harus menyubsidi kelompok di bawahnya.

Aetra adalah perusahaan penyedia air bersih untuk konsumen di wilayah bagian timur Jakarta. Mayoritas atau 95% saham Aetra dimiliki Acuatico Pte. Ltd dari Singapura, anak perusahaan Recapital, perusahaan investasi yang berbasis di Indonesia.

Sedangkan Palyja, yang menguasai wilayah barat Jakarta, 51% sahamnya dikuasai oleh Suez Environtment, Prancis, 30% dimiliki Astratel, dan 10% sisanya oleh City Group. Mia Chitra Dinisari



Post Date : 18 Juni 2009