NTT Krisis Air Bersih

Sumber:Koran Tempo - 24 September 2008
Kategori:Air Minum

KUPANG -- Krisis air bersih di Nusa Tenggara Timur semakin meluas. Sebanyak 550 kepala keluarga atau sekitar 3.000 jiwa warga Desa Sinar Hading dan Desa Ile Padung, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, kesulitan mendapatkan air bersih. Dalam tiga bulan terakhir, warga terpaksa mengkonsumsi air payau.

Hal itu diungkapkan Kepala Desa Sinar Hading Nikolaus Siraliwun kepada Tempo kemarin. Menurut dia, pihaknya sudah menyampaikan masalah tersebut kepada pemerintah setempat, namun hingga kini belum ada langkah antisipasi dari pemerintah untuk membantu mengatasi kesulitan warga.

"Satu-satunya harapan warga adalah mengambil air asin dari sumur yang dalamnya mencapai 9 meter," kata Nikolaus. Itu pun harus antre berjam-jam. Dia sangat khawatir terhadap anak-anak dan balita karena mereka mudah terserang penyakit menular akibat mengkonsumsi air payau.

Pemerintah Kabupaten Flores Timur menganggarkan dana sebesar Rp 250 juta untuk pemasangan pipa untuk menarik air dari sumber mata air Wai Belen ke Desa Ile Padung dan Desa Sinar Hading pada 2006. Hingga kini, janji tersebut belum terealisasi. "Pipanya dibeli, tapi hingga kini belum dipasang," ujarnya.

Krisis air bersih meluas hingga ke Kabupaten Sumba Timur. Sekitar 1.000 orang warga Kecamatan Kambera mengalami krisis air setelah Perusahaan Daerah Air Minum setempat menghentikan pasokan air akibat menurunnya debit air di daerah itu. "Kami berupaya mengatasi masalah ini dengan menyediakan tangki air ke permukiman warga," kata Cornelis Mone, Direktur PDAM Sumba Timur.

Kecamatan Alak, Kota Kupang, yang berpenghuni sekitar 40 ribu jiwa, juga tak luput dari krisis air bersih. Lurah Alak Johanis Ade mengaku pernah mendapat informasi dari pemerintah setempat bahwa Bank Dunia akan membantu menyediakan sarana air bersih dengan dana Rp 175 juta. Dana ini akan dipakai untuk membangun jaringan pipa dan bak penampung air. "Tapi proyek itu tak pernah ada," ujarnya.

Dari pantauan Tempo, sebagian warga terpaksa berebut air dengan ternak di tempat penampungan air, seperti kali dan waduk. Bahkan warga harus membeli air bersih dari tukang penjaja air yang harganya cukup mahal, yakni Rp 75 ribu sampai Rp 125 ribu per tangki isi 5.000 liter, dari penjaja air.

Hal itu dilakukan Martinus Ismau, 43 tahun, warga Kelurahan Alak, Kota Kupang. Menurut dia, harga air akan terus naik hingga Oktober karena bulan ini adalah puncak kekeringan di NTT. "Setiap tahun kami selalu kesulitan air bersih, tapi pemerintah tampaknya tak berupaya mengatasinya," katanya.

Martinus masih ingat janji Wali Kota Kupang Daniel Adoe yang akan menyediakan 200 sumur bor untuk melayani kebutuhan air minum warga. "Tapi janji itu tidak pernah direalisasi." JEMS DE FORTUNA | ENI



Post Date : 24 September 2008