|
TANGERANG -- Warga yang bermukim di perkampungan nelayan Pantai Dadap Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, saat ini mengalami kesulitan air bersih. Setiap hari sekitar 6.000 warga yang tinggal tak jauh dari lokasi reklamasi Pantai Dadap itu terpaksa harus membeli air bersih dari para pedagang air keliling untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. ''Setiap hari kita terpaksa harus membeli 10 jerigen air seharga Rp 5 ribu, karena air PDAM belum masuk ke sini,'' ujar Sawaludin Ali, seorang warga di Kampung Pantai Dadap kepada Republika, Selasa (7/9). Ia menuturkan, air bersih itu digunakan untuk minum, mandi serta mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga. Menurut Sawal, air tanah sudah tak bisa digunakan lagi. Alasannya, kata dia, air tanah tersebut sudah terkena air laut dan payau. ''Kalau air tanah sudah tak bisa diharapkan lagi,'' tuturnya. Menurut dia, untuk membeli air bersih itu, mereka minimal harus menghabiskan uang Rp 5.000 per hari. ''Itu untuk keluarga yang kecil.'' Ia menuturkan, jika jumlah anggota keluarga nelayan itu besar, maka jumlah pengeluaran juga jadi bertambah. Sawal mengaku untuk keluarga yang tergolong banyak jiwanya harus mengeluarkan uang mencapai Rp 15 ribu. ''PDAM hanya melayani perumahan saja, kita minta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang agar tak diskriminatif,'' tandasnya. Mayoritas nelayan yang tinggal di perkampungan itu, kata dia, sebagian besar adalah nelayan kecil. Mereka mencari ikan hanya mengandalkan perahu kecil. Saat ini, tutur Sawal, para nelayan kecil itu sangat kesulitan untuk menangkap ikan setelah ada proyek reklamasi di Pantai Dadap. Dulu, para nelayan kecil bisa menangkap ikan pada jarak 500 meter pinggir pantai. ''Namun, setelah ada proyek reklamasi itu nelayan kecil terpaksa harus mencari ikan sekitar 2 kilometer dari pantai,'' ucapnya. Akibatnya, pendapatan para nelayan pun semakin menipis. Padahal, kebutuhan untuk membeli air bersih setiap hari harus dipenuhi. ''Pemerintah kalau mau membangun silakan, tapi jangan mengorbankan rakyat kecil. '' Malah, tak sedikit dari nelayan di Pantai Dadap kini beralih profesi menjadi pemulung sampah. Menurut Sawal, hal itu terpaksa dilakukan warga, karena menjadi nelayan sudah tak lagi menguntungkan. Namun, penghasilan warga dari memungut sampah pun, imbuh dia, hanya pas-pasan untuk menyambung hidup. Berdasarkan pantauan Republika, air Kali Prancis yang membelah wilayah Dadap kini tak dapat diandalkan lagi. Air yang mengalir di kali itu sudah berwarna hitam pekat dan mengeluarkan bau yang menyengat. Selain itu, kali itu juga sudah dipenuhi dengan berbagai jenis sampah. Sebenarnya, PDAM Tirta Kerta Raharja pada 2004 ini juga berjanji akan memperluas jaringannya hingga ke wilayah pantai utara (pantura). Perluasan jaringan, menurut Humas PDAM TKR, Anda Suhanda akan dilakukan setelah perusahaan daerah tersebut menggandeng konsorsium perusahaan air asal negara Australia. Laporan : c07 Post Date : 08 September 2004 |