|
MATAHARI tenggelam di Nusa Dua, pecah oleh keramaian massa di Bali International Convention Centre (BICC) kemarin. Ratusan orang menghadiri penganugerahan Fossil of The Day Award yang diadakan oleh Jaringan Aksi Iklim Internasional (CAN) dan International Youth Delegation dan Avaaz.org, kelompok advokasi online internasional. Penghargaan itu diberikan untuk negara-negara yang menghalangi proses negosiasi Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua, setiap harinya. Penghargaan itu diberikan setelah lebih dari 400 organisasi nonpemerintah (NGO) dari berbagai belahan dunia memberikan pendapatnya. Kedua organisasi lingkungan itu menganugerahkan peringkat ketiga kepada Uni Eropa (UE), peringkat kedua kepada Jepang, dan peringkat pertama kepada Arab Saudi. Penghargaan ketiga jatuh ke UE karena mereka dianggap secara eksplisit mendorong adanya Fasilitas Lingkungan Global dalam Kontak Grup di Dana Adaptasi. Dengan adanya mekanisme itu, UE tetap memiliki kontrol ketat dalam pendanaan bagi program adaptasi untuk menghadapi perubahan iklim. Padahal seharusnya UE mendorong G77 dan China untuk dapat mengakses dana adaptasi itu dengan lebih fleksibel. Peringkat kedua diraih Jepang karena negara itu telah menentang upaya memasukkan teknologi kunci penangkap dan penyerap karbon (CCS) serta nuklir dalam mekanisme pembangunan bersih (clean development menchanism/CDM). Peringkat pertama diraih Arab Saudi karena negara itu selalu intervensi dan menyatakan agar tidak memasukkan elemen ekonomi dalam salah satu penyebab perubahan iklim, ujar Jeff Beyer dari Engineers Without Borders kepada SINDO. Memang, kemarin Arab Saudi tampak getol menentang masuknya isu-isu baru dalam sesi peninjauan ulang kedua Protokol Kyoto. Isu-isu baru yang saat ini meliputi masalah keamanan energi, daya saing internasional. Namun, penulis ingin mencari benang merah mengapa Arab Saudi begitu getol menghambat jalannya perundingan di Bali kali ini. Selama ini, Arab Saudi merupakan salah satu penghasil minyak terbesar di dunia dan AS merupakan salah satu pasar terbesar yang menyerap minyak dari kilang Arab Saudi. Posisi inilah yang kemudian menjadi alasan kecurigaan mengapa Arab Saudi begitu getol menghambat laju perundingan UNFCCC kali ini. Bisa jadi, kepentingan AS ada di balik sikap Arab Saudi tersebut. (syarifudin) Post Date : 06 Desember 2007 |