|
LEUWIGAJAH mendadak dikenal di seantero nusantara, menyusul terjadinya bencana longsor yang menimpa Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar Kab. Bandung, Senin (21/1) lalu. Sebanyak 69 rumah penduduk ambruk dan puluhan orang meregang nyawa sebagai tumbal gunung sampah. Siapa pun tak pernah menduga jika Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Leuwigajah di Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi itu akan membawa petaka yang sungguh dahsyat. Bahkan, beberapa hari sebelum musibah itu terjadi, Ketua Komisi B DPRD Kota Cimahi, Drs. H. Ade Irawan mempermasalahkan retribusi sampah dari Kabupaten dan Kota Bandung. Sementara Wagub Jabar H. Numan Abdul Hakim membicangkan rencana memfasilitasi pembentukan Great Bandung Waste Management Corporate (GBWMC), lembaga pengelola sampah terpadu di 5 kabupaten dan kota. Namun, bencana terlanjur menimpa. Semua pemikiran tentang Leuwigajah, sirna. Menurut Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung, Ir. H. Sudirman, M.Si., yang disampaikan Kasubag TU, H. Nana Suryana, S.H., M.Si., di kantornya, Rabu (23/2), dioperasikannya TPA sampah Leuwigajah sejak adanya Bandung Urban Development Program (BUDP) pada 1980. BUDP merupakan program pusat yang difasilitasi dan didukung Pemprov Jabar, serta Kabupaten dan Kota Bandung pada masa itu. Waktu itu Leuwigajah dianggap sangat layak sebagai TPA sampah. Bahkan, Amdal-nya pun sesuai informasi dari provinsi sudah ada, serta Detail Engineering Design (DED) pun telah dibuat. Dalam DED tersebut telah dicantumkan detil perencanaan TPA Leuwigajah termasuk pengembangan kelanjutannya. Sejak awal, Dinas Kebersihan Kab. Bandung telah memikirkan bagaimana agar jangan sampai terjadi longsor. Namun, tampaknya koordinasi antarpemerintah daerah kurang begitu terpadu. Biaya yang diperlukan untuk itu cukup besar. Akibatnya, upaya tersebut menjadi terhambat. Lewat DED juga telah direncanakan untuk mengantisipasi terjadinya longsor, tetapi sebelum rencana itu terlaksana, nyatanya bencana datang mendahului. Ibarat sebuah truk besar yang semula mampu memuat apa saja, TPA Leuwigajah sudah terlampau banyak beban. Bayangkan, sejak tahun 1980 TPA ini sudah beroperasi. Hingga sekarang, 2005, TPA itu menampung berbagai macam sampah dari tiga daerah, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kab. Bandung. Puluhan juta kubik sampah menggunung di sana. Sedangkan pengelolaannya memakai sistem yang sangat sederhana yakni open dumping. Truk besar itu pun akhirnya ambruk dan memuntahkan muatannya yang cukup sarat kemudian menghantam apa saja yang ada di bawahnya. Lahan yang ada di kawasan TPA Leuwigajah milik Pemkot Bandung seluas 17 hektare dan milik Kota Cimahi (waktu itu masih tanah milik Kab. Bandung) seluas 6,5 hektare, hingga luas total TPA Leuwigajah 23,5 hektare. Sejak 2003 tanah yang semula milik Kabupaten Bandung secara resmi diserahkan kepada Pemkot Cimahi sebagai realisasi dari UU No. 9 Tahun 2001. Dalam Undang-undang tersebut tertulis bahwa barang yang bergerak dan tidak bergerak milik Kab. Bandung yang berada di Kotip Cimahi diserahkan kepada Pemkot Cimahi, termasuk kepemilikan TPA Leuwigajah Cimahi Selatan. Namun, secara teknis TPA tersebut masih diperlukan, karena sebagian sampah dari Kab. Bandung masih dibuang ke TPA Leuwigajah. Kini, bagaimana nasib TPA Leuwigajah, setelah puluhan nyawa terenggut? (Akim/PR) Post Date : 24 Februari 2005 |