My Darling, Pendiri Bank Sampah dari Cibangkong

Sumber:Pikiran Rakyat - 28 Juni 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

MENJADI istri tukang sampah menggugah Dewi Kusmianti (35), warga RW 11 Kel. Cibangkong, Kec. Batununggal, Kota Bandung untuk berbuat lebih banyak pada lingkungan. Di lingkungan tempat tinggalnya, suami Dewi ialah salah satu dari dua orang petugas sampah yang setiap hari bertugas mengangkut sampah warga. Hampir seluruh waktunya diserahkan untuk sampah.

Dia sadar bahwa suaminya punya peran vital dalam masyarakat, apalagi petugas sampah hanya sedikit. "Saya ingin membantu supaya suami saya tidak terlalu berat kerjanya. Apalagi soal sampah kan persoalan kita semua sebenarnya," katanya.

Dari sana ia mengajak tetangga kanan kiri untuk membentuk My Darling, Masyarakat Sadar Lingkungan. Pada Maret lalu mereka mendirikan bank sampah. Sebagaimana sebuah bank, masyarakat penghasil sampah menjadi nasabahnya. Mereka berkantor di tempat sampah di RW 11.

Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, mereka melayani nasabah. Seperti tugas teller di bank, ibu-ibu itu menerima setoran sampah dari nasabah. Sampah organik dihargai Rp 50 per kilogram, sedangkan rongsokan dihargai Rp 400 per kilogram. Sampah kreasi seperti bungkus kopi atau plastik-plastik bermotif dihargai Rp 2.000 per kilogram.

"Tapi mereka tidak bisa mendapatkan uangnya langsung. Setelah ditimbang, kami mencatatnya dalam buku sederhana. Uang baru bisa diambil setelah nilainya mencapai Rp 50.000. Tapi kalau butuh mendesak ya bisa diambil dulu," tutur Dewi.

Dari 10 RT di RW 11, kini baru 3 RT yang sudah aktif menjadi nasabah bank sampah. Dewi dan teman-temannya kini sedang mempersiapkan 3 RT lain untuk bergabung.

Sebenarnya adanya bank sampah ini mengurangi pendapatan suami Dewi sebab 40 persen pendapatan dijadikan dana untuk operasional bank sampah. "Tapi tidak apa-apa. Upaya ini selain meringankan beban suami saya, masyarakat semakin peduli. Mereka sekarang mulai memilah sampahnya sebab hanya sampah yang sudah dipilah yang bisa ditimbang," katanya.

Gara-gara memperkenalkan program ini, ia sempat dianggap tidak waras. Mana mungkin membuat bank sampah, begitu pikir sebagian orang.

"Banyak yang lebih memilih menjual sampahnya ke tempat lain karena di sana lebih mahal. Sampah rongsokan bisa dihargai Rp 2.000 sampai Rp 6.000 per kilogramnya," kata Menik (35), salah seorang warga yang juga aktif di bank sampah.

Kini jerih payah mereka mulai membuahkan hasil. Perlahan mereka membesarkan bank sampah. Sampah yang menggunung di tempat sampah berkurang drastis. Hanya saja mereka terkendala pengangkutan residu sampah yang tak bisa lagi diolah. Satu kali pengangkutan residu membutuhkan biaya kurang lebih Rp 250.000. (Catur Ratna Wulandari/"PR")



Post Date : 28 Juni 2010