Mulai Didrop Air Kecamatan yang Kekeringan

Sumber:Indopos - 24 Juli 2007
Kategori:Air Minum
SUKOHARJO - Memasuki musim kemarau, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di sejumlah daerah kering mulai melakukan droping air. Seperti di beberapa kecamatan di Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali.

Di Sukoharjo, PDAM setempat mulai menjadwal pemasokan air ke sejumlah desa pelanggan kekeringan tahunan. Dari jadwal yang sudah disusun PDAM, tercatat sebanyak 27 dukuh di tujuh desa yang tersebar di tiga kecamatan, tiap harinya bergantian mendapatkan pasokan air.

Tiga kecamatan tersebut antara lain Tawangsari, Bulu, dan Weru. Pemberian bantuan air bersih bahkan sudah dimulai sejak Januari lalu. Diperkirakan, akan berlanjut sampai Desember mendatang.

"Memang sesuai jadwal untuk tiap kecamatan dijadwalkan seminggu dua kali dapat kiriman air bersih dari PDAM. Hanya saja, realisasi di lapangan tetap menyesuaikan dengan kebutuhan. Memang untuk jadwal kami buat maksimal, yakni enam hari kerja. Kendati demikian, tetap disesuaikan dengan kebutuhan," papar Martono, direktur PDAM Tirta Makmur Sukoharjo.

Dirinya menambahkan, untuk keperluan memasok air itu dia menyiapkan tiga buah armada mobil tangki. Masing-masing memiliki kapasitas 4 ribu liter. Untuk masing-masing dukuh, sekali memasok PDAM mengirimkan satu tangki.

Namun, jika memang kebutuhannya lebih dari satu tangki, Pam bisa menambahkan armadanya. "Sifatnya seperti jadwal, jadi tidak baku. Kalau memang masyarakat membutuhkan lebih, kami siap menambah jumlah pasokan air bersih sesuai dengan yang dibutuhkan," ujar Martono.

Disinggung masalah pembiayaan, Martono mengatakan selama ini bantuan air bersih ke wilayah kekeringan didanai APBD Sukoharjo melalui pos Bina Sosial (Binsos), selain dari PDAM sendiri. Sebab, pembiayaan yang dikeluarkan untuk pemberian air bersih tidak kecil. Jadi, kalau tidak mendapat bantuan dari pemkab, PDAM merasa kewalahan.

"Selama ini kami tagihkan ke Binsos. Dimana per tangkinya dihitung Rp 60 ribu. Memang sudah dialokasikan dalam APBD tiap tahunnya. Mengingat kekeringan bias dipastikan terjadi tiap tahun. Namun, dari PDAM sendiri juga mengalokasikan untuk bantuan air bersih, khususnya yang sifatnya accidental," terang Martono.

Di Sukoharjo sendiri, terdapat 27 dukuh di tiga kecamatan yang tiap tahunnya langganan kekeringan. Untuk Kecamatan Tawangsari terdapat delapan dukuh di Desa Watubonang, yang biasa alami kekeringan. Yakni, Dukuh Watubonang, Watu Lumbung, Tengklik, Ngadirejo, Lorog, Banaran, Putuk, dan Purworejo.

Sedangkan di Kecamatan Bulu, daerah yang mengalami kekeringan antara lain Sumberagung, Ngesong, dan Kepuh di Desa Kunden. Juga, Dukuh Ngesong, Jatirejo, Kamal, dan Dukuh Tugu, yang berada di Desa Kamal.

Sedangkan di Kecamatan Weru, terdapat di Dukuh Kalisonggo, Putuk, Ngadiwarno, Ngadirejo, Karangmojo, Ngadisono, Sinok, Rejosari, dan Bulurejo, yang semuanya berada di Desa Karangmojo. Lalu, Dukuh Plumbon Desa Alasombo, Dukuh Babalan Desa Tawang, serta Dukuh Candi Desa Ngreco.

Sementara itu, di Klaten pemkab setempat makin intensif mengatasi kekeringan di Kecamatan Kemalang, Jatinom, Karangnongko, dan Tulung. Hingga kemarin, total sudah 264 tangki air bersih kapasitas 5.000 liter didrop ke ratusan desa di empat kecamatan langganan kekeringan itu.

Meski frekuensinya naik, pemkab mengaku jika armada masih menjadi kendala utama mengatasi kekeringan. "Terutama kalau hari Minggu. Seluruh kru ini kan pegawai. Artinya, mereka saat itu libur. Jadi, droping terpaksa dihentikan pas Minggu. Sebenarnya, saya maunya meskipun hari libur, droping air bersih tetap dilaksanakan," ungkap Kabag Sosial Pemkab Klaten Rantiman.

Dari total 264 tangki air bersih itu, alokasi paling banyak untuk desa-desa di Kecamatan Kemalang, yang mencapai 98 tangki. Menyusul kemudian Jatinom 88 tangki, Karangnongko 48, dan Tulung 36. Jumlah ini, terbagi menjadi droping yang dilaksanakan pekan lalu sebanyak 216 tangki dan pekan terakhir 48.

Jumlah armada tangki air yang terbatas, menjadi kendala klasik pemkab untuk mengatasi kekeringan. Tahun lalu, hambatan transportasi lebih berat. Sebab, pemkab hanya memiliki tiga armada. Berkat dua tambahan armada baru bantuan Pemprov Jateng, persoalan sedikit teratasi.

Tetapi, semua belum bisa menyelesaikan seluruh masalah karena kondisi geografis di wilayah kekeringan. "Yang jelas, dana tidak masalah. APBD menyediakan tambahan jika sewaktu-waktu dana di Bagian Sosial menipis atau bahkan habis," kata Rantiman.

Di Boyolali, warga Kecamatan Musuk juga mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Warga harus rela memesan tangki air bersih jauh hari sebelumnya. Sedikitnya sumber mata air yang terdapat di daerah tersebut, berdampak pada kesulitan warga musuk untuk mendapatkan air.

Menurut Marjoko, 42, pemilik warung di Dukuh Dali, Desa Ringin Larik, Musuk, untuk mencukupi kebutuhan air dia harus membeli dari PDAM dengan harga Rp 500 rupiah setiap jerikennya. Padahal, setidaknya dalam sehari dia membutuhkan tujuh jeriken.

"Kalau sudah tidak turun hujan, biasanya warga yang ada di daerah ini memesan air melalui tangki yang dibawa dengan mobil. Satu mobil tangki isinya 5.000 liter. Air itu bisa bertahan sampai satu minggu. Dimana, setiap tangki harganya Rp 55 ribu," ujarnya.

Terpisah, pemilik sumur bor Sumaryam, 55, warga desa Karang Gula mengaku mobil tangki air yang dimilikinya mulai banyak mendapat pesanan dari warga. "Dalam satu hari bisa mencapai lima hingga sepuluh kali. Sebagai tempat untuk cadangan air, masing-masing rumah memiliki bak dengan ukuran besar. Setiap bak yang ada muat sekitar 5-8 tangki," ujar warga yang memang memiliki usaha pemasokan air bersih.

Air yan disimpan oleh warga paling banyak digunakan untuk minum hewan ternak. Sebab, hampir semua warga di Kebon Gulo memiliki sapi perah. Sumaryam menampung air bersih dari sumur bor itu di bak yang dapat memuat sampai kapasitas untuk 28 tangki. Sehingga, pengiriman terhadap warga tidak telat.(mg12/den/mg3)



Post Date : 24 Juli 2007