BANTUL - Organisasi keagamaan dan kemasyarakatan Persyarikatan Muhammadiyah meluncurkan gerakan "Sedekah Sampah" di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kemarin. Dari sampah yang sudah dipilah bisa menghasilkan uang dan dikumpulkan menjadi sedekah. "Sampah, jika diolah dengan benar, bisa menghasilkan uang dan bisa menjadi gerakan sedekah," kata Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Gatot Supangkat saat peluncuran gerakan ini.
Gatot memperkirakan, dalam satu kampung, dari sampah yang dikumpulkan, bisa menghasilkan Rp 12 juta per tahun. Pengumpulan sampah diawali dengan pemilahan. Sampah dipilah dalam tiga jenis, kertas, logam, dan plastik, lalu dimasukkan dalam kantong yang telah disediakan. Setelah terkumpul, akan ada petugas yang mengambil. "Setiap kantong bisa dipakai 10 keluarga dalam satu bulan," ujarnya.
Sampah itu kemudian dikumpulkan di tempat transit. Petugas yang ditunjuk akan mengambil secara berkala. Sampah kemudian dikumpulkan dan dimanfaatkan sesuai dengan kriterianya. Hasil dari penjualan sampah terpilah akan digunakan untuk kegiatan sosial, yaitu sedekah. "Bukan hanya di kantor pusat Muhammadiyah, tetapi gerakan itu juga dilakukan di tingkat cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia," kata Gatot.
Menurut Gatot, untuk mengelola gerakan sedekah sampah ini akan dibentuk lembaga khusus yang dibentuk hingga tingkat ranting Muhammadiyah di seluruh Indonesia. "Setiap warga Muhammadiyah akan melakukan pemilahan sampah dari tingkat keluarga," ujarnya.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Sukriyanto mencontohkan, masjid di Pesantren Muallimin di Kauman Yogyakarta dibangun dari hasil gerakan mengumpulkan barang bekas dan koran. "Ini salah satu contoh revitalisasi dari gerakan sedekah sampah," kata dia.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, dengan jaringan Muhammadiyah yang luas, tentu akan mampu membuat upaya pengumpulan sampah untuk sedekah itu sebagai gerakan. "Umat Islam harus bersatu menyelamatkan lingkungan hidup," ujarnya.
Din mengatakan kerusakan ekologi merupakan kerusakan yang bersifat akumulatif akibat sistem yang jauh dari nilai ketuhanan. Dia menegaskan, bentuk perusakan ekologi adalah bentuk "syirik modern" yang harus dilawan. "Justru dengan memelihara lingkungan itu menunjukkan keimanan seseorang," kata Din. MUH SYAIFULLAH
Post Date : 20 April 2011
|