Mudah-mudahan Banjir Tak Lama Mendera

Sumber:Kompas - 22 Januari 2009
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Kala Sungai Citarum meluap, Ny Eem (50) bersama delapan anak dan tiga cucunya tinggal di atap rumah. Rumah di RT 5 RW 8 Desa/Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, yang sudah ditinggalinya sejak 25 tahun lalu, itu berada di tepi Jembatan Dayeuhkolot. Posisinya sekitar 2 meter lebih rendah dari permukaan jembatan yang melintasi Sungai Citarum.

Di dalam rumah hanya ada sebuah lemari kayu, yang bagian bawahnya sudah keropos. Langit-langit hanya berjarak 2,2 meter dari tanah dan nyaris ambruk. Di sudut lain tampak satu set lemari rangka besi yang dimanfaatkan sebagai rak televisi. Kamar-kamar di sekeliling ruang tengah hanya berisi perabot seadanya dari plastik dan kasur tanpa dipan.

"Dulu di rumah ini terdapat dua set kursi dan dipan kasur dari kayu, tapi terpaksa dibuang karena rusak akibat seringnya terendam banjir," ujar Eem. Untuk kursi dan dipan kasur saja, dia harus merelakan uang Rp 1 juta lebih melayang.

Rumah Eem merupakan satu dari ribuan rumah di daerah rawan banjir luapan air Sungai Citarum. Namun, sering kali perumahan warga tergenang sebelum air melimpas dari badan sungai karena meluapnya saluran air warga.

Menurut catatan Kompas, selain Dayeuhkolot, beberapa daerah yang berdekatan, seperti Kelurahan Andir dan Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, juga kerap "dikunjungi" banjir. Daerah tersebut merupakan permukiman padat yang dibelah Sungai Citarum dan sekaligus menjadi titik pertemuan beberapa anak sungai, seperti Cisangkuy dari arah selatan dan Cikapundung dari arah utara.

Sejak dimulainya musim hujan pada November 2008, hampir sebulan daerah tersebut didera banjir dengan ketinggian air bervariasi, dari 30 sentimeter hingga 2 meter. Selama lebih dari satu bulan itu, setidaknya 14.000 rumah tergenang akibat luapan Sungai Citarum, seperti di Kecamatan Rancaekek, Majalaya, Bojongsoang, Baleendah, dan Dayeuhkolot.

Kepala Bidang Jaringan Sumber Air Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Soekotjo Tri Sulistyo mengungkapkan, pihaknya masih melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak yang terjadi di permukiman padat penduduk. Beberapa rekayasa teknis, seperti normalisasi dan pengerukan, masih diupayakan di wilayah anak sungai dengan tujuan beban di Sungai Citarum. Tetap bertahan

Kartini (34), warga RW 20 Kelurahan/Kecamatan Baleendah, menuturkan, untuk bertahan selama musim hujan, dia membuat panggung di dalam rumah setinggi 2 meter untuk menyimpan barang berharga yang akan diungsikan kalau banjir tiba.

"Sejak banjir datang sebulan lalu, saya masih menyimpan pakaian di dalam bungkusan kain agar mudah diungsikan," ungkap Kartini. Sama halnya dengan Eem, Kartini tinggal di rumah tanpa loteng sehingga perabotan tidak bisa diungsikan kalau banjir tiba. Namun, sekarang dia sudah merelakan perabot kayunya dibuang karena terlalu sering terendam air.

"Sekarang sudah tidak ada lagi perabot yang bakal rusak karena banjir karena memang tidak ada apa-apa di rumah saya," ujar Kartini dengan santai. (Didit Putra Erlangga Rahardjo)



Post Date : 22 Januari 2009