|
Senin (26/11) lalu, kawasan Muara Karang terlihat seperti muara yang sebenarnya. Hampir semua wilayah terendam air pasacagelombang air laut pasang di pesisir Jakarta, yang memuncak pada Minggu (25/11) malam. Kondisi di sana makin tak nyaman, sebab siang itu pun matahari bersinar terik. Namun, panasnya matahari ternyata tak mengurangi genangan air. Sepertinya tak ada air yang menguap bersama dengan panasnya udara. Muara Karang saat itu memang lumpuh. Tak mengherankan, amukan gelompang pasang laut sangat terasa di sana, sebab daerah itu letaknya tidak lebih tinggi dan permukaan laut. Apalagi tanggul penahan air laut pun jebol dihantam gelombang. Tinggi air yang menggenangi kawasan itu, bisa mencapai satu hingga satu meter, seperti di Kompleks Muara Karang Blok 1, Pluit, Muara Karang. Meski terendam, banyak aktivitas yang dilakukan warga. Mereka tak lantas vakum menyaksikan air yang masih tergenang. Pengurus RT dan RW pun tak bisa berbuat banyak, sebab mereka juga ikut jadi korban. "Rumah Pak RT paling parah," kata Masdan, yang juga petugas keamanan Kompleks Blok 1. Masdan mengatakan, letak rumah Ketua RT 07/ RW 02 tersebut memang berada di bagian terujung dan terendah. "Air bisa sampai seleher di sana. Kemaren, Pak RT sudah 'kabur' duluan, ngungsi dari rumahnya," tambahnya. "Air datang seperti tsunami, tiba-tiba saja, sekitar jam 10.00 WIB pagi. Kita tidak sempat menyelamatkan semuanya," cerita Asen (34), menggambarkan situasi air laut yang tumpah akibat kerusakan tanggul. "Ini yang kedua kalinya tanggul bobol," Ucap Aliyudin, pedagang martabak yang telah berdagang di Kompleks Muara Karang tersebut, sejak tahun 1987. Muara Karang yang dikelilingi kali memang rentan banjir. "Tak cuma air pasang, kalau hujan juga daerah ini bisa banjir besar," katanya. Di balik tanggul yang membatasi kompleks perumahan dan laut, terdapat tambak ikan. "Dulu tanggulnya masih dipenuhi oleh batu-batu yang bisa menghalangi hempasan ombak besar. Namun sekarang, maraknya pembangunan purumahan besar dan apartemen di pinggir laut, membuat garis pantai semakin terkikis. Batu karang penahan ombak juga telah dikeruk, untuk membangun pondasi apartemen mewah di tengah laut. Rawa itu dulunya lapangan bola, sekarang sudah makin tenggelam tertutup air," jelas Aliyudin. Rasa was-was warga makin tinggi. "Mungkin nantinya, kompleks ini juga bisa terendam semua karena semakin rendah setiap tahun. Lama-lama, Muara Karang bisa jadi muara beneran yang ketutup air," tambah Asen. Rugi Usaha pertambakan yang berada di Kecamatan Cilincing, Jakut juga terkena imbas gelombang pasang air laut. Kerugian pemilik bagan bisa mencapai puluhan juga rupiah karena bagan mereka ikut tersapu gelombang. Oding (36), warga RT 03/RW 13 Kalibaru, Marunda, Jakut, pemilik bagan putar, yang khusus membudidayakan kerang hijau, mengaku, akibat sapuan gelombang pasang, bagannya rusak parah. "Tak sedikit kerang hijau yang telah siap panen terbawa arus," tutur Oding dengan nada pasrah di pinggir tambaknya, Jumat (30/11) siang. Untuk perbaikan bagan saja, dibutuhkan dana hingga puluhan juta rupiah. "Dalam kondisi seperti ini, bagaimana bisa memperbaiki bagan? Hasil bagannya saja tidak bisa diambil," keluhnya. Hal senada juga diungkapkan Yasin (56), Ketua RW 02 Kelurahan Cilincing, Jakut. Menurutnya, banyak warga sekitar yang menggantungkan hidupnya dari usaha tambak. "Akibat air pasang, isi tambak terseret arus ke laut," ujarnya. [HBS/N-6] Post Date : 01 Desember 2007 |