|
BANDUNG -- Hampir sebulan ini, Perum Perhutani dan Pemprov Jabar belum bisa mengaplikasikan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding, MoU) tentang pemanfaatan lahan TPA Cigedig, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kab Bandung. Soalnya, menteri kehutanan belum mengeluarkan izin prinsip pemanfaatan lahan itu menjadi TPA. Anggota Komisi D DPRD Jabar dari Fraksi Amanat Nasional, Imam Wahyudi, menilai, Perum Perhutani dan Pemprov Jabar tidak memiliki kajian komperehensif tentang pemanfaatan lahan tersebut. Tidak heran, tutur dia, bila menhut belum bisa mengeluarkan izin prinsip pemanfataan lahan. ''Kalau memang ada kajian komperehensifnya, menhut bisa diyakinkan untuk mengeluarkan izin prisipnya,'' ujar Imam di DPRD Jabar, Senin (28/8). Ia menegaskan, keterlambatan pemprov dalam mengaplikasikan MoU tersebut, diduga karena adanya kepentingan pragmatis dari oknum birokrat. Imam menambahkan, masih banyak oknum birokrat yang tidak ingin pelayanan sampah berjalan optimal, misalnya dengan menyiapkan incenerator. Bila setiap kecematan diberi incenerator, imbuh dia, maka tidak akan ada lagi 'setoran' di balik kegiatan pembuangan sampah. Sedangkan menurut DPRD Kota Bandung, pengelolaan TPA Sarimukti dinilai masih asal-asalan. Hal itu terlihat dari pengelolaan air lindi dari tumpukan sampah. Baru terdapat satu kolam untuk pengelolaan air lindi di penampungan. Itupun belum berfungsi untuk menetralisir. Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al Fikri. Kata dia, saat kunjungan ke Sarimukti, air lindi yang mengalir ke sungai masih bau. ''Air lindi itu berbahaya jika tak diolah dan dibiarkan saja mengalir langsung ke sungai,'' ujar Muchsin kepada Republika, Senin (28/8). Muchsin menambahkan, fungsi kolam penyaring itu belum maksimal. Temuan tersebut, sambung dia, dijadikan catatan dalam pertemuan dengan PD Kebersihan. Ia meminta PD Kebersihan untuk melaksanakan perbaikan sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Mengenai TPA Jelekong yang dinilai Pemkab Bandung telah diabaikan, Muchsin mengatakan, pemkot harus bertanggung jawab. Bekas TPA tersebut harus dikembalikan ke posisi semula agar masyarakat tidak terganggu. Ia mengaku pengecekan terakhir ke Jelekong menjelang ditutupnya Jelekong pada Desember 2005. Sementara itu, meskipun TPA Jelekong milik Pemkot Bandung telah ditutup, pengawasan serta pengelolaan limbahnya tetap harus dilakukan. Pengawasan itu minimal dilakukan selama 10 tahun. ''Kalaupun ditutup, TPA itu tetap memiliki potensi pembusukan sampah sehingga masih mengeluarkan limbah, khususnya berupa air lindi,'' kata Kasi Pengendalian Pencemaran dan B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Windya Wardani, Senin (28/8). Dari hasil penelitian yang dilakukan DLH, kata Windya, kadar air lindi di TPA Jelekong berada di atas baku mutu. Hal ini menunjukkan, pengelolaan air lindi pasca-penutupan TPA Jelekong tidak dilakukan secara maksimal oleh Pemkot Bandung. ''Kadar air lindi yang berada di atas baku mutu juga berdampak terhadap lingkungan,'' kata dia.(ren/rfa/san ) Post Date : 29 Agustus 2006 |