Modifikasi Penggiling Sampah

Sumber:Kompas - 28 Januari 2012
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Penghijauan di lingkungan sekolah memang mampu membuat suasana sekolah nyaman dan sejuk. Namun, kerindangan pepohonan yang menaungi area sekolah ternyata juga menimbulkan persoalan.
 
Daun-daun dan ranting kecil yang gugur ke tanah menyumbang tumpukan sampah di sekolah ini. Di sisi lain, dedaunan ini berpotensi menjadi pupuk organik untuk menyuburkan tanah.
 
Berawal dari upaya memecahkan masalah sampah organik ini, guru dan siswa dari program keahlian teknik permesinan di SMKN 1 Kota Bekasi membuat mesin penggiling sampah. Mesin setinggi 1,5 meter, dengan panjang dan lebar masing-masing 1 meter ini, mampu menggiling sampah sebanyak 100 kilogram per jam.
 
”Mesin penggiling ini hanya untuk menggiling daun kering dan ranting kecil. Sampah itu terpotong kecil sehingga mudah diproses menjadi kompos,” kata Hazrul Edyarta Putra, Wakil Manajemen Mutu SMKN 1 Kota Bekasi.
 
Mesin penggiling sampah yang diilhami mesin crusher untuk pencacah plastik milik sekolah mulai dibuat tahun 2007. Mesin penggiling diletakkan di belakang sekolah yang dijadikan sebagai rumah kompos. Ada dua bak sampah untuk sampah organik dan nonorganik.
 
Sampah dedaunan yang dikumpulkan petugas kebersihan ditumpuk dan dibiarkan kering. Setelah kering, daun dan ranting dimasukkan ke penampung mesin, kemudian dipotong dengan pisau mesin 20 inci yang digerakkan listrik hingga kecil. Akhirnya meluncur ke bagian penampungan akhir.
 
Hazrul mengatakan, peletakan pisau di dalam kotak penampung sampah dibuat agak miring. Hal ini membuat pemotongan sampah lebih optimal.
 
Komitmen SMKN 1 Bekasi terhadap pengolahan sampah membuahkan penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata tahun 2008. Persoalan sampah organik pun tidak lagi menjadi beban.
 
Hasil karya guru dan siswa SMKN 1 Kota Bekasi secara rutin dipamerkan dalam ajang pameran pendidikan dan teknologi yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Jawa Barat. Bahkan, mesin penggiling sampah ini mampu merebut perhatian dewan juri sehingga stand SMKN 1 Kota Bekasi ditetapkan menjadi stand terbaik.
 
Dirampingkan
 
Mesin penggiling sampah generasi pertama dibuat menetap (bukan portable) dan desainnya belum menarik. Harganya Rp 12 juta.
 
Agar lebih mudah dipasarkan, guru mengajak siswa memodifikasi mesin penggiling sampah. Mesin modifikasi ini dinamakan mesin crusher, untuk mencacah plastik dan sampah.
 
Tinggi mesin lebih kecil, sekitar 1 meter. Bentuk mesin pun lebih ramping, lebar 60 cm dan panjang 90 meter. Adapun kapasitasnya sama, menggiling sebanyak 100 kg per jam. Harganya sekitar Rp 10 juta.
 
Mesin desain baru ini bersifat portable (mudah dipindahkan). Ada pegangan untuk memudahkan penarikan mesin jika hendak dipindahkan.
 
Pada mesin pencacah plastik ada tambahan selang untuk mengalirkan air. Tujuannya, supaya sampah plastik tidak meleleh akibat panas mesin.
 
Menurut Hazrul, mesin penggiling sampah ini cocok untuk industri rumahan pembuatan kompos. Sejauh ini sudah ada pesanan mesin sebanyak dua unit dari Subang, Jawa Barat.
 
Dari Bekasi malah belum ada pesanan. Padahal, Bekasi memiliki Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang yang sebenarnya membutuhkan pengolahan sampah organik.
 
Hazrul menuturkan, Wali Kota Bekasi pernah mengunjungi sekolah dan mengapresiasi karya siswa SMKN 1 Bekasi. Hal ini memberikan dorongan bagi sekolah, tetapi persoalan sekolah adalah kendala biaya untuk memproduksi.
 
”Mesin ini perlu modal besar untuk membeli materialnya. Karena itu, kami hanya memproduksi jika ada yang pesanan,” ujar Hazrul.
 
Selain mesin penggiling sampah dan plastik, sekolah ini juga memproduksi mesin pengiris keripik dan peniris minyak.
 
Siswa juga merakit netbook Zyrex yang dijual Rp 3 juta. Selain itu, mereka juga merakit meja komputer dan penangkap sinyal wi-fi/internet.
 
Sekolah ini juga dilibatkan dalam merakit mesin 1.500 cc untuk mobil Esemka sebanyak 200 unit tahun 2010-2011.
 
Sampai saat ini baru 45 mesin yang selesai dan dikirim ke SMK di Solo.
 
Kepala SMKN 1 Kota Bekasi I Made Supriyatna mengatakan, sekolah mendorong munculnya unit-unit produksi atau pusat bisnis dari tiap program keahlian. Hal ini untuk mendorong siswa mampu mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar industri.
 
Sekolah juga membuka pelatihan komputer, pembuatan CD pengajaran dan aplikasi, serta paket web design. Mereka juga menyediakan layanan untuk dokumentasi acara hajatan ataupun seminar, serta pembuatan busana, tas, dan bordir. Ester Lience Napitupulu


Post Date : 28 Januari 2012