|
WABAH muntah dan berak (muntaber) melanda warga Desa Citeureup, Desa Kiara, Kecamatan Walantaka, Serang, belum lama. Berita itu mencuat ke permukaan, bersamaan dengan merebaknya berita tentang wabah polio, lumpuh layuh, dan busung lapar, di berbagai daerah di Nusantara. Bagi wilayah Serang, mewabahnya muntaber itu sebenarnya bukan kasus aneh. Mewabahnya muntaber bahkan boleh dibilang persoalan klasik. Semua berakar dari kebiasaan hidup warga desa itu sendiri. Sebagian masyarakat pedesaan di Serang sudah terbiasa dengan pola hidup apa adanya, tidak menjaga kebersihan lingkungan. Apalagi, pola hidup tidak sehat itu didukung kondisi lingkungan yang tidak higienis, terutama berkaitan dengan ketersediaan sumber air bersih. Fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) tidak memadai. Sebagian warga Serang bahkan menggunakan lahan perkebunan untuk membuang hajat, atau menggunakan air kali untuk memenuhi kebutuhan mandi dan cuci, sekaligus buang kotoran. Tidak mengherankan jika penyakit menular mudah menyebar. Standar Kesehatan Di sela-sela kunjungan Wakil Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah ke korban muntaber di Walantaka, Jumat (3/6), Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Serang H Sulchi Azis, mengatakan, hasil survei Tim Gerak Cepat Kejadian Luar Biasa (KLB) muntaber menyebutkan hanya 37 persen warga di seluruh Kabupaten Serang yang sudah terbiasa dengan pola hidup sehat. Selebihnya, 63 persen, tidak memiliki sarana air bersih dan tidak memiliki fasilitas MCK yang memenuhi standar kesehatan. "Kondisi itu merupakan penyebab utama terjadinya wabah penyakit muntaber atau diare," kata Sulchi. Penyakit mudah menular dengan mediasi air di kali, karena warga sering mandi dan mencuci di kali, Sulchi menambahkan. Penyakit juga mudah menular lewat lalat, karena warga sering membuang feses di sembarang tempat. Persoalan kebiasaan hidup yang tidak memenuhi standar kesehatan itu diperparah lagi dengan tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah. "Sehingga untuk menyadarkan masyarakat agar berpola hidup sehat membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang relatif lama," ia menambahkan. 129 Penderita Wabah itu mulai merebak ke permukaan ketika seorang warga Walantaka terserang muntaber pada 24 Mei. Penyakit itu menular ke warga lainnya dari hari ke hari, hingga pada 27 Mei tercatat empat orang terserang muntaber. "Peningkatan jumlah penderita muntaber mulai terlihat sejak Sabtu (28/5) sebanyak 11 orang, kemudian Minggu (29/5) bertambah sebanyak 37 orang, Senin (30/5) 28 orang, dan pada Selasa (31/5) sebanyak 38 orang. Terakhir, Rabu (1/6) tercatat 11 orang. Jadi jumlah keseluruhan penderita muntaber di Walantaka 129 orang. Satu di antaranya meninggal," katanya. Dari jumlah penderita itu, 114 orang menjalani rawat jalan, dan 15 orang dirawat di RSUD Serang. "Beberapa gejala terlihat sama, penderita menceret sampai lima kali sehari, beraknya berlendir, sakit perut, badan lemah, dehidrasi ringan hingga dehidrasi berat, dan muntah-muntah," ia menambahkan. Menghadapi keadaan itu, Dinas Kesehatan Serang dan Puskesmas Walantaka segera menurunkan tim investigasi untuk menyelidiki dan berupaya menanggulangi semua kasus penderita diare. "Penderita yang mengalami dehidrasi berat dirujuk ke RSUD Serang. Sedangkan untuk penderita diare ringan yang tidak mengalami kehilangan cairan ditanggulangi di posko pelayanan di Walantaka," ujarnya. Tim investigasi juga mengambil sampel tinja dan air dari beberapa sumber air bersih pribadi yang digunakan penderita, guna memastikan penyebab muntaber tersebut. Dinkes Serang juga melakukan kaporisasi terhadap semua sarana air bersih, baik sumur gali maupun sarana penampungan air rumah tangga di lokasi kejadian. Tak ketinggalan dilakukan penyuluhan kesehatan dan pentingnya penggunaan sarana air bersih untuk mengantisipasi meluasnya KLB diare. Sebuah ambulans disiagakan untuk merujuk kasus diare ke rumah sakit. Dinkes juga menyediakan obat-obatan seperti infus, oralit, dan lisol. Bom Waktu Wagub Banten Hj Atut Chosiyah, di hadapan warga Walantaka mengemukakan, kebiasaan hidup tidak sehat dan tidak tersedianya MCK yang tidak memadai, akan menjadi bom waktu bagi masyarakat Serang. Jika pola kehidupan semacam itu tidak diubah, tingkat kesehatan masyarakat akan memburuk, dan penyakit menular akan mudah menyerang warga. Ia mengimbau warganya untuk membiasakan diri berperilaku hidup sehat. Ia berpesan, kunci utama untuk hidup sehat bukan terletak pada petugas medis, baik yang ada di puskesmas maupun yang ada di rumah sakit, tetapi pada diri warga sendiri. "Jika pola hidup sehat itu tidak dihiraukan, penyakit menular lainnya akan terus menggerogoti warga. Karena itu kami mengimbau kepada masyarakat untuk mengubah pola hidup yang selama ini dinilai tidak sehat dan memulai hidup baru yang bersih dan sehat dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah dan melatih diri untuk menggunakan air bersih," katanya. Ia juga menyerahkan bantuan kepada masyarakat setempat berupa obat-obatan dan infrastruktur MCK. "Kita akan mendata dulu berapa jumlah fasilitas MCK yang diperlukan di Walantaka. Nanti dinas terkait dari Kabupaten Serang dan Provinsi Banten akan merealisasikannya," ia menambahkan. PEMBARUAN/LAURENS DAMI Post Date : 08 Juni 2005 |