|
BANDUNG, (PR)- Sekitar 90% tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Jawa Barat tidak layak pakai sehingga menjadi sumber penyakit. Sebab, TPA itu menerapkan metode penimbunan open dumping (tempat sampah terbuka) yang sangat mencemari air permukaan, air tanah, udara, dan menurunkan tingkat kebersihan lingkungan. Pakar lingkungan dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, yang juga Ketua Harian Western Java Environmental Management Project (WJEMP) Jawa Barat Dr. Setiawan Wangsaatmaja, Sabtu (19/11) mengungkapkan, pengelolaan sampah dengan paradigma kumpul-angkut-buang seperti saat ini hanya mengalihkan permasalahan dari sumber aktifitas perkotaan menjadi permasalahan di lokasi penimbunan akhir. Disebutkan, kondisi itu semakin diperparah banyaknya sampah yang tak tertampung di TPA. "Kondisi itu mengakibatkan sampah yang tertampung maupun tidak tertampung di TPA sama-sama menjadi sumber penyakit. Padahal, sampah yang tertampung di TPA itu semestinya sudah ramah lingkungan. Ironisnya, TPA open dumping pun sering menerima buangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti limbah infectious (menular) dari aktivitas rumah sakit yang sangat berbahaya." kata Setiawan. Metode open dumping seperti di TPA Bantar Gebang Bekasi, Leuwigajah Cimahi, lanjutnya, masih menjadi pilihan utama para pengelola kota karena tidak membutuhkan biaya besar. "Metode itu tidak memerlukan perlakuan khusus yang berdampak pada penambahan biaya operasi," ujarnya. Namun, Setiawan mengingatkan, ada satu hal yang luput dari perhatian para pengelola kota dengan menerapkan metode open dumping, yaitu pencemaran yang terjadi tidak pernah diperhitungkan sebagai biaya yang harus ditanggung pemerintah. "TPA open dumping selalu semrawut, bau, berasap dan lindinya (air sampah) menyebar ke segala arah sehingga mencemari air permukaan dan tanah." Agar kejadian Bantar Gebang tak terulang di cekungan Bandung, Setiawan mengatakan sampah di kawasan itu sebaiknya dikelola secara bersama-sama melalui sebuah korporasi. "Jadi, jangan sampai sampah dari Kota Bandung kelak ditolak TPA-TPA yang ada di sekitarnya seperti yang ada di Kabupaten Bandung atau Kota Cimahi," katanya. Berbahaya Pencemaran terhadap air tanah itu dikatakan Setiawan menyebabkan penyadapan air tanah menjadi tidak aman dan berbahaya bagi kesehatan manusia. "Apalagi, banyak TPA yang tanahnya tak kedap air atau tak dilapisi suatu lapisan kedap air." Diungkapkan pula, metode open dumping juga mengakibatkan masalah gas bio yaitu penyebaran gas methana yang mudah terbakar. "Kebakaran dan asap yang terjadi secara alami di dalam timbunan sampah yang tidak tertutup juga menjadi masalah yang sangat serius," kata Setiawan. Agar permasalahan sampah benar-benar ramah lingkungan, jumlah sampah harus dikendalikan sejak awal. "Masyarakat seharusnya membuang sampah seminim mungkin. Karena dengan sampah yang minim, umur TPA akan semakin panjang," katanya. Sementara itu, Kepala Subbagian Bina Program Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung, yang juga pimpinan Local Enviromental Strategy (LES) WJEMP Kab. Bandung, Ir. Deddy Mulyadi, M.M., M.Sc., mengatakan, berdasarkan kajian Greater Bandung West Management Corporation, cekungan Bandung setidaknya harus memiliki dua TPA sanitary landfill (sampah diuruk tanah). "TPA itu direncanakan berada di Cijeruk Kab. Sumedang yang berfungsi untuk menampung sampah dari wilayah timur dan di Cipatat Kab. Bandung untuk menampung sampah dari wilayah barat," katanya. (A-129) Post Date : 22 November 2004 |