Meteorologi Semestinya Kurangi Risiko Banjir

Sumber:Kompas - 25 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Tim Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sempat menyemaikan satu ton natrium klorida pada 24 Desember 2007 ke kumpulan awan di atas hulu Bengawan Solo. Kegiatan itu untuk mendatangkan hujan buatan guna mengisi Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Sehari berikutnya benar datang hujan sangat lebat. Tetapi, sangat tragis karena itu menjadi awal malapetaka.

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) menyebutkan data terakhir pada 17 Januari 2008, dampak hujan lebat pada 25 Desember 2007 di Jawa tengah dan Jawa Timur ternyata mengakibatkan 122 orang meninggal dan empat orang dinyatakan hilang.

Mereka menjadi korban sia-sia setelah Sungai Bengawan Solo meluap, tanah longsor terjadi di berbagai tempat, dan wilayah lain yang tergenang banjir akibat hujan lebat. Bakornas PB menyebutkan, saat itu bencana banjir dan tanah longsor melanda di 19 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan 21 Kabupaten/kota di Jawa Timur.

Data seperti itu yang terakhir kami terima. Tetapi, data cakupan genangan banjir belum bisa kami peroleh, kata Kepala Biro Data Priyadi Kardono.

Sangat mengenaskan. Hujan yang diinginkan untuk menunjang kehidupan, kali ini berubah menjadi hujan yang meniadakan kehidupan.

Menurut catatan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWBS), pada 25 Desember 2007 hujan yang terjadi benar-benar ekstrem. Di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur hujan itu masuk kategori sangat lebat berdasar ketentuan intensitas curah hujan, di atas 100 milimeter (mm) per hari.

Intensitas curah hujan tercatat di Wonogiri 136 mm/hari, Batuwarno 163 mm/hari, Tawangmangu 194 mm/hari, Sragen 260 mm/hari, dan seterusnya (lihat data grafis).

Ketika intensitas curah hujan dinyatakan satu milimeter, maka curah hujan mencapai satu liter pada bidang satu meter persegi.

Info meteorologi

Terkait pekerjaan Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), hujan ekstrem hari itu bukan akibat penyemaian satu ton atau berapa pun jumlah natrium klorida yang ingin disemai.

Info meteorologi yang saya peroleh tidak tajam, kata Koordinator Lapangan Tim TMC BPPT Heru Widodo, Rabu (23/1) di Jakarta.

Heru ikut terbang untuk menyemaikan natrium klorida di atas hulu Bengawan Solo pada 24 Desember 2007. Semestinya, tambah Heru, kalau ada info meteorologi yang menyebutkan awan di atas hulu Bengawan Solo berpotensi menimbulkan banjir, teknologi modifikasi cuaca dapat digunakan sebaliknya untuk membuyarkan awan.

Heru pun menunjukkan bukti. Di ruang kerjanya sekarang masih bisa dilihat adanya penghargaan dari Gubernur Akademi Angkatan Udara (AU) di Yogyakarta atas kemampuan membuyarkan awan hujan dengan teknologi modifikasi cuaca.

Pada saat itu ada rencana pelantikan di Pangkalan Udara TNI AU Adisucipto, Yogyakarta. Tetapi, awan hitam pekat menggelantung menandai tinggal menunggu hitungan menit akan turun hujan lebat, kata Heru.

Ketika itu pukul 07.30, Heru segera terbang untuk menyemaikan natrium klorida ke kumpulan awan yang ada di atas wilayah Prambanan (timur Adisucipto), Magelang (barat laut Adisucipto), dan Wates (barat Adisucipto).

Hujan seketika turun lebat di Prambanan, Magelang, dan Wates. Rupanya hujan di ketiga wilayah itu berhasil menyedot awan hujan di atas Pangkalan Udara TNI AU Adisucipto. Tepat pukul 08.00 langit di atas Pangkalan Udara TNI AU Adisucipto cerah, kata Heru.

Mengurangi risiko banjir

Teknologi modifikasi cuaca untuk membuyarkan awan hujan di Pangkalan Udara TNI AU Adisucipto menjadi ilustrasi tindakan mitigasi atau mengurangi risiko bencana banjir akibat curah hujan sangat lebat sesungguhnya dapat ditempuh.

Heru mengatakan, manakala institusi berkompeten mampu menyampaikan info meteorologi pada 24 Desember 2007 di Jawa Tengah ada potensi awan hujan sangat lebat dan bisa menimbulkan banjir, maka awan itu sesungguhnya dapat dibuyarkan dengan TMC.

Ada tiga cara TMC untuk membuyarkan awan hujan, yaitu redistribusi, jumping process, dan penyemaian bahan tertentu, kata Heru.

Redistribusi dimaksudkan seperti yang ditempuh untuk membuyarkan awan hujan di Pangkalan TNI AU Adisucipto, Yogyakarta. Jumping process dengan cara menghujankan terlebih dahulu awan yang sedang menuju daerah rawan banjir.

Kemudian cara ketiga, menggunakan bahan semai yang dapat membuyarkan awan hujan. Negara-negara maju sudah menggunakan bahan yang disebut dolomit. Tetapi, bisa pula menggunakan bahan semai kapur tohor atau kalsium murni.

Garam atau natrium klorida pun juga bisa untuk membuyarkan awan, tetapi ukurannya harus diperbesar lagi dari ukuran garam yang disemai untuk mendatangkan hujan buatan.

Sekali lagi, kalau saja ada info meteorologi yang akurat di wilayah Jawa Tengah terdapat potensi awan hujan sangat lebat, menurut Heru, awan itu sesungguhnya dapat dibuyarkan untuk mengurangi risiko banjir.

Belakangan disampaikan

Kepala Biro Teknik Perum Jasa Tirta I Erwin Budoyo, yang menangani masalah teknis perairan daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo, mengatakan, dalam rapat evaluasi proyek hujan buatan pada 24 Desember 2007 di Bandara Adisucipto waktu itu muncul hal yang aneh.

Anehnya, setelah hujan buatan selesai dilakukan, petugas Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menyampaikan, sebenarnya di Jawa Tengah sudah ada potensi awan hujan, kata Erwin.

Koordinator BMG Jawa Tengah M Chaeran yang dihubungi pada hari Rabu (23/1) mengatakan, memang pada saat evaluasi kegiatan TMC pada 24 Desember 2007 di Bandara Adisucipto diketahui adanya potensi awan hujan lebat di wilayah Jawa Tengah.

Keesokan harinya benar, terjadi hujan sangat lebat di wilayah Jawa Tengah, kata Chaeran.

Chaeran menyatakan, berdasarkan citra radar saat itu diketahui pergerakan angin dari utara menuju selatan telah menimbulkan awan-awan hujan yang tebal di wilayah Jawa Tengah.

Prakiraan hujan lebat bakal terjadi yang disampaikan belakangan itu, akibat adanya anomali pergerakan angin munson. Menurut Chaeran, semestinya pergerakan angin munson dari barat ke timur, bukan dari utara ke selatan.

Pada waktu itu ada kondisi udara tekanan rendah di wilayah selatan Jawa Tengah sampai ke timur Jawa sehingga menyebabkan angin dari utara menuju ke selatan, kata Chaeran. Nawa Tunggal



Post Date : 25 Januari 2008