|
PATUK (KR) - Meskipun musim penghujan, namun sebagian besar penduduk di Kecamatan Patuk mengalami kesulitan air bersih. Hal itu disebabkan keringnya sejumlah sumber air baik belik maupun sumur gali pasca gempa bumi 27 Mei 2006. Sebagian warga memang sudah ada yang membuat bak penampungan air sementara dengan menggunakan terpal, namun bagi keluarga tidak mampu hanya mengandalkan air hujan atau belik yang masih menyimpan air. Kendalanya untuk menampung air hujan banyak keluarga yang tidak memiliki bak air. Kesulitan air bersih dialami penduduk di Kecamatan Patuk hampir di seluruh desa, terutama Desa Patuk, Ngoro-oro, Nglanggeran, Putat dan Beji, Serta Semoyo. Padahal wilayah ini sebelum terjadi gempa termasuk surplus air, karena banyak terdapat sumber air yang berasal dari Gunung Nglanggeran. Lurah Desa Patuk, Suwardiyana yang ditemui KR Minggu (11/3) membenarkan, bahwa meskipun di musim penghujan banyak warga yang mengalami kesulitan air bersih. Terutama warga yang tidak memiliki bak penampungan air. Padahal kebutuhan air tidak hanya sekedar untuk air minum, mandi dan mencuci, tetapi juga untuk pembangunan rumah yang rusak akibat gempa. Warga yang membangun rumah terpaksa harus membeli air sedikitnya 6 tangki dengan harga Rp 80 ribu/tangki. Sehingga dana bantuan sebagian terserap untuk air, katanya. Diakui, setelah banyak sumber air yang kering, warganya kelabakan dalam mencukupi air bersih. Untuk itu seluruh lurah desa mengajukan bantuan terpal ke sebuah lembaga swadaya masyarakat dan berhasil mendapatkan 900 buah yang dibagi ke 10 desa. Terpal untuk menampung air bersih itu dibagikan kepada warga kurang mampu sehingga hanya sekitar 10 persen warga yang mendapatkan, lainnya terpaksa swadaya seadanya seperti drum, ember plastik untuk bisa menampung air hujan. Kesulitan air juga diakui Dukuh Nglanggeran Wetan, Desa Nglanggeran Kecamatan Patuk, Sadi, bahwa karena tidak tersedianya bak penampungan air, maka sebagian warga masih memanfaatkan air dari belik dekat dengan Dusun Nglanggeran wetan. Hanya saja karena sumber air di belik ini semakin kecil, sehingga warga terpaksa harus antri. Sebagian warga memang sudah membuat bak penampungan air sementara dengan cara membuat kolam dan diatasnya dipasang terpal, agar air tidak bocor. Demikian juga di Desa Ngoro-oro, Kecamatan Patuk sebagian besar warga di desa yang dikenal dengan desa pemancar televisi ini juga mengalami kesulitan air. Sebagian warga terpaksa harus membeli air dengan harga Rp 90 - Rp 100 ribu sertiap tangki dengan kapasitas 5 ribu liter. Namun bagi warga tidak mampu dan tidak memiliki bak penampungan air terpaksa harus mencari air di sumber air meskipun jauh. Sedangkan lainnya memanfaatkan air hujan yang ditampung dalam bak seadanya. Terkait dengan kesulitan air bagi warga Patuk, lewat Musrenbang masing-masing desa mengajukan bak penampungan air hujan untuk menanggulangi kesulitan air. Karena jika kemampuan warga untuk membangun bak sudah tidak mampu, apalagi saat ini masih taraf penyelesaian rekonstruksi rumah yang rata-rata baru 70 persen, tambah Lurah Patuk Suwardiyana. (Awa)-n Post Date : 12 Maret 2007 |