|
Bandung, Kompas - Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bandung berangsur surut, Selasa (22/2). Beberapa aktivitas ekonomi mulai dijalankan, namun sejumlah warga belum dapat kembali ke rumah-rumah mereka. Berdasarkan pengamatan Kompas, ketinggian banjir bervariasi. Di beberapa ruas jalan di Kecamatan Dayeuhkolot, banjir surut sekitar 1 meter, sehingga ketinggian air menjadi sekitar 80 sentimeter. Namun di beberapa lokasi di RW 14, ketinggian air masih mencapai 1,5 meter. Di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, banjir turun hingga 1,2 meter. Namun, sejumlah warga yang bertempat tinggal di sekitar Sungai Citarum, bertahan di tenda pengungsi. Di sepanjang Jalan Raya Dayeuhkolot, sejumlah kios dan toko di Kecamatan Dayeuhkolot mulai dibuka kembali. Beberapa warung nasi dan makanan yang tutup sejak Sabtu lalu, juga mulai menjual makanan. Aliran listrik di beberapa pabrik dan permukiman warga yang tidak lagi tergenang air, mulai dinyalakan. Namun, sejumlah pabrik belum memulai kembali aktivitasnya, karena karyawan masih diliburkan. Menurut sejumlah warga yang bertahan di rumah-rumah mereka, dibukanya toko dan kios-kios tersebut sangat menolong warga yang kesulitan mendapatkan bahan makanan akibat banjir. Hingga Selasa siang, jumlah warga di Kecamatan Dayeuhkolot yang terkena banjir tercatat mencapai 22.948 jiwa, dan jumlah rumah tinggal yang terendam air ialah 3.842 rumah. Jumlah pengungsi dari Desa Dayeuhkolot tercatat berjumlah 1.832 jiwa, dan pengungsi di Desa Citeureup berjumlah 8.377 jiwa. Kepala Seksi Informasi dan Hubungan Masyarakat Kecamatan Dayeuhkolot, Inen, menyatakan, pihaknya belum dapat menghitung kerugian materi akibat banjir. Penyakit gatal Bantuan logistik yang telah diterima di Kecamatan Dayeuhkolot, berupa beras sejumlah 9,5 kwintal, 30 dus mi instan, 10 kilogram minyak kelapa, dan 6 dus air mineral, dan dua tangki air bersih dengan kapasitas 8.000 liter. Bantuan tersebut, di antaranya dari Palang Merah Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Bandung. Ratusan warga yang rumahnya masih terendam air memilih tetap tinggal di posko-posko penampungan, menunggu sampai genangan air di rumah mereka surut. Beberapa warga lainnya, mencoba untuk mengangkut dan menyelamatkan barang-barang yang masih bisa diselamatkan, di antaranya kasur, pakaian, lemari, dan kursi. Di ruas-ruas jalan dan gang-gang yang masih terendam air, transportasi dilakukan dengan perahu seadanya, atau berjalan kaki menyusuri jalan yang tergenang. Beberapa relawan tampak lalu-lalang dengan perahu karet untuk membantu warga yang ingin mengungsikan barang-barang mereka. Ketua RT 02 RW 10 Desa Citeureup, Upang Kusdiana mengatakan, persoalan utama yang dirasakan warga ialah minimnya pasokan air bersih. Hingga saat ini, pihaknya mengaku belum mendapatkan pasokan atau bantuan air bersih. Akibatnya, warga terpaksa membeli air galon, atau meminta air dari pabrik yang masih menyimpan air bersih. Sementara itu, di sejumlah posko penampungan di Kecamatan Dayeuhkolot, sejumlah warga korban banjir mulai mengeluhkan penyakit gatal-gatal pada kulit dan diare. Menurut Evy, salah satu dokter, jumlah warga yang terserang penyakit gatal-gatal dan diare di dua posko mencapai sekitar 180 orang. Keluhan senada dikemukakan Staf Kelurahan Andir, Dodi Ahmad. Selain persoalan air bersih, warga mulai mengeluhkan penyakit gatal-gatal dan diare. Keluhan terhadap pasokan air bersih juga dirasakan sejumlah warga di Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, yang terkena banjir luapan Sungai Cinambo, sejak Sabtu lalu. Sejumlah warga yang terbiasa memasok air tanah mengeluhkan kurangnya air bersih karena pompa listrik dimatikan selama banjir. Ketinggian air di Kawasan Rancasari berkisar 70 sentimeter, atau menurun dari ketinggian sebelumnya yang berkisar 1,5 meter. Wali Kota Bandung Dada Rosada mengimbau agar daerah di bantaran sungai tidak didirikan pemukiman.(LKT) Post Date : 23 Februari 2005 |