|
Anak Sungai Musi yang memanjang dan melintasi Lorong Terusan, Kecamatan Seberang Ulu I, airnya berwarna coklat kehitaman, Senin (3/7) siang. Gumpalan lumut dan kotoran berwarna kehijauan yang bercampur dengan onggokan sampah memenuhi sebagian permukaan sungai. Ketinggian air sungai mulai surut sejak memasuki musim kemarau, Juni lalu. Karena surutnya, dasar sungai dapat dipijak oleh kaki anak-anak, karena air hanya setinggi betis orang dewasa. Seakan tidak ambil pusing dengan air yang kotor dan semakin susut, beberapa warga turun ke sungai untuk mandi dan sikat gigi. Sungai yang berwarna pekat itu adalah sumber air untuk minum, mandi, mencuci, memasak, dan buang air bagi ratusan warga di Lorong Terusan. "Kalau air sungai sedikit seperti sekarang, kami menyimpan air. Air diambil malam hari sewaktu pasang," tutur Mardiana (21), warga RT 43 Lorong Terusan. Setiap malam, sekitar pukul 22.00, hingga subuh, warga harus bangun dan berduyun-duyun mendatangi sungai untuk menimba atau menciduk air dari sungai. Saat pasang, ketinggian air sungai mencapai pundak orang dewasa. Air yang diambil lalu dimasukkan ke ember, gentong, drum, atau jeriken. Warga yang punya penyedot air segera menyalakan mesinnya untuk memudahkan pengambilan air dari sungai. Air yang pekat itu disimpan dan digunakan untuk berbagai keperluan. Sebagian warga membubuhkan larutan kaporit pada tempat penyimpanan air sebelum dimasak. Warga yang tidak punya cukup uang cukup memasak air sebelum diminum, meskipun airnya kuning keruh dan berbau. Selama puluhan tahun, warga di Lorong Terusan itu hanya mengandalkan air sungai untuk memenuhi kebutuhannya. Ketika air dirasa sungguh-sungguh tidak layak, berwarna hitam, bau, atau terlalu banyak bercampur kotoran, warga harus berjalan kaki menuju rumah warga yang mendapat layanan PDAM untuk membeli air seharga Rp 200 per jeriken berkapasitas 20 liter. "Kami ini masih warga negara Indonesia, tinggal di Kota Palembang. Kenapa kami diabaikan? Sarana air bersih saja sampai sekarang tidak ada," keluh Boy (23), warga RT 42 Lorong Terusan. Boy, yang saat ini mempunyai seorang anak berumur enam bulan, mengaku khawatir kalau anaknya harus meminum air sungai yang kotor dan berbau. Akhirnya, untuk keperluan minum anaknya, ia membeli air isi ulang. Sementara itu, ia dan istrinya tetap mengonsumsi air sungai. Keinginan mendapat air bersih seakan menjadi dambaan yang sia-sia. Mereka sudah lelah mengajukan pemasangan air PDAM. Selain biaya pemasangan awal hingga jutaan rupiah, warga belum mendapat kepastian kapan air bersih dapat dinikmati. "Bagaimanapun, kami butuh air bersih. Air sungai tidak terjamin kebersihannya karena dipakai sekaligus untuk mandi, minum, cuci, sampai buang air, dan buang sampah. Entah sampai kapan kami terus begini," kata Boy. (bm lukita grahadyarini) Post Date : 04 Juli 2006 |