Mereka Hidup di Tengah Lingkungan yang "Sakit"

Sumber:Kompas - 03 Agustus 2007
Kategori:Air Minum
Keruhnya air dan tumpukan sampah di tepi Sungai Cikapundung tidak menghalangi aktivitas Afif (44) mencuci peralatan dapur di sana, Kamis (2/8).

Afif tidak canggung dengan kondisi lingkungannya itu. Warga RT 08 RW 08 Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumurbandung, yang tinggal di tepi Sungai Cikapundung, itu merasa nyaman menggunakan air dari mata air di bibir sungai tersebut.

"Mungkin sudah terbiasa, warga di sini tidak jijik. Air ini bersih dan jernih dibandingkan air sungai yang mengalir itu," kata Afif menunjuk Sungai Citarum yang warna airnya coklat pekat dipenuhi sampah.

Di bibir Sungai Cikapundung itu terdapat mata air kecil dengan debit 0,25 liter/detik. Saat hujan, debit air meningkat dua kali lipat. Warna air yang keluar dari mata air itu agak kehijauan.

Air dari mata air ditampung di kolam ukuran 70 cm x 50 cm tanpa penutup. Di samping bak penampung, berjarak sekitar 1,5 meter, terdapat jamban yang dibiarkan terbuka. Kotoran dari jamban disalurkan langsung ke Sungai Cikapundung.

Afif yang menjadi tukang potong rumput ini mengatakan, ada tiga keluarga atau sekitar 16 jiwa yang menggantungkan kebutuhan airnya pada mata air itu untuk mencuci, memasak, dan minum.

Siti (68), tetangga Afif, menjelaskan, warga kesulitan membuat sumur di rumah. Mereka mengandalkan mata air itu. "Selama ini baik-baik saja, tidak ada yang sakit karena minum air itu," ujarnya.

Bagi Siti, hidup sebagai warga miskin di tepi Sungai Cikapundung tidak bisa menuntut banyak, termasuk air bersih. Meskipun banyak yang memberi penyuluhan bahwa mata air itu kurang sehat, ia tidak punya pilihan.

Fenomena warga Kelurahan Babakan Ciamis merata di sepanjang Sungai Cikapundung. Mereka mengambil air dari mata air di bibir sungai. Saat yang sama, mereka membuang kotoran dan sampah ke sungai itu. Mereka hidup di tengah lingkungan yang "sakit".

Sungai Cikapundung membelah Kota Bandung dari hulu di kawasan Dago hingga Sungai Citarum. Panjang sungai itu 28 kilometer. Di sepanjang bibir sungai tumbuh berdesakan rumah warga.

Pemerintah Kota Bandung tidak mampu berbuat banyak. Pemerintah kesulitan menyediakan lahan untuk mereka. Di sisi lain, kerusakan sungai akibat keberadaan permukiman di bibir sungai tidak terhindarkan.

Untuk mengatasi itu, Pemkot Bandung akan membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Rumah di tepi Sungai Cikapundung dibongkar. Penghuninya diminta pindah ke rusunawa dengan biaya sewa Rp 150.000-Rp 200.000/rumah/bulan. Rusunawa ini dibangun di Tamansari, Cingiset, Jamika, dan Sadang Serang. (Mohammad Hilmi Faiq)



Post Date : 03 Agustus 2007