|
SENIN (21/2) dini hari itu menjadi hari yang tidak bisa dilupakan dalam ingatan seluruh warga yang bermukim di dekat Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pada hari itu, puluhan warga Leuwigajah tewas akibat tertimbun longsoran sampah yang volumenya mencapai ribuan ton kubik. Sampai berita ini diturunkan, sudah 32 jenazah korban ditemukan. Di lokasi bencana, sejumlah petugas Palang Merah Indonesia (PMI) tampak sibuk memasangkan kain kafan ke jenazah-jenazah yang baru saja tiba. Setelah dimandikan dan dibalut kain kafan, jenazah dishalatkan di Mushala Al Hidayah yang terletak tak jauh dari lokasi bencana. Jenazah-jenazah itu kemudian dimakamkan dalam kondisi darurat di tempat pemakaman umum di Batujajar Timur, tak jauh dari lokasi bencana. Satu lubang untuk empat jenazah dan lubang lainnya untuk tiga jenazah. "TERDENGAR bunyi ledakan, seperti petasan besar meledak. Saat itu saya baru selesai ke kamar kecil. Saya lalu keluar rumah. Saya lihat api menyala di bagian utara tempat pembuangan sampah, diiringi bunyi gemuruh. Makin lama makin keras. Ternyata gunungan sampah menerjang menuju ke arah rumah saya," tutur Ade (58), salah seorang warga yang selamat dari bencana. Ade bergegas membangunkan anggota keluarganya. Ada tiga orang yang tidur di rumahnya yang lama, dan tiga orang lagi tidur di rumah yang baru. Ade pun segera membawa mereka ke tempat yang aman. "Ketika hendak membawa dua anak saya yang tinggal di rumah yang baru, ternyata kamar mereka telah diterjang oleh sampah. Ketika saya ketuk pintunya, tidak terdengar jawaban, langsung saya dobrak. Ternyata, sampah telah menerjang kamar mereka," tuturnya. Dua anaknya, Eni dan Rahanda, telah tertimbun tumpukan sampah hingga sebatas leher. Melihat kedua anaknya masih hidup, tanpa pikir panjang Ade mencoba mengais tumpukan sampah di sekeliling tubuh kedua anaknya dengan tangan telanjang. Untung, satu per satu anaknya berhasil diselamatkan. "Ketika yang terakhir bisa diselamatkan, terjangan longsoran sampah baru menghancurkan rumah kami," ujarnya. Pada saat hendak menyelamatkan kedua anaknya itu kepala Ade sempat terantuk batang-batang kayu yang terbawa oleh longsoran sampah. Namun, keinginannya untuk menyelamatkan anaknya membuat ia tak peduli. Beruntung bagi Ade, seluruh anggota keluarganya selamat meski dua di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Saat ini, ia hanya bisa berharap kerabatnya yang lain yang masih berada di timbunan sampah bisa selamat pula. "SAAT itu saya baru mau mengambil air wudu, mau shalat tahajud. Saya risau oleh kondisi hujan yang turun terus-menerus," tutur Ny Wiwi (35) ketika ditemui di ruang SD Batujajar Timur. Dia tidur di tempat itu bersama kedua anaknya yang masih kecil, Yulia dan Sinta. Malam menjelang bencana ia sempat mengutarakan kerisauan hatinya itu kepada suaminya, Juhana. Keinginan untuk menenteramkan kerisauan hati itu mendorongnya melakukan shalat tahajud. Ia kemudian pergi ke kamar kecil untuk mengambil wudu. Ketika itulah ia mendengar bunyi ledakan yang sangat keras. "Saya langsung keluar rumah," ungkapnya. Di luar rumah, Ny Wiwi melihat ada gumpalan api menyala di kejauhan, tepatnya di bagian utara TPA. Setelah itu dilanjutkan dengan bunyi gemuruh. Merasa takut, ia membangunkan suaminya yang masih terlelap di atas kasur. "Tetapi, ia malah marah-marah ketika saya bangunkan," tuturnya. Saat itu warga sekitar berseru-seru membangunkan orang-orang agar segera keluar rumah dan menyelamatkan diri dari longsoran sampah. Tanpa berpikir panjang, ia dan sang suami langsung lari sambil membawa kedua putri mereka yang masih tidur lelap. Beruntung bagi Ny Wiwi, seluruh keluarganya selamat meski ia tidak bisa membawa harta benda milik keluarganya. Ia hanya sempat membawa beberapa pasang pakaian miliknya dan milik anak-anaknya serta satu tikar untuk alas tidur. Ny Wiwi kini berharap cemas akan nasib kerabatnya yang tinggal di empat rumah yang berlokasi di RW 09. Menurut Kepala Desa Batujajar Timur, Saepul Bachri, RW 09 merupakan wilayah yang paling parah terkena longsoran. Ratusan warga saat ini terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman karena kemungkinan terjadinya longsor susulan sangat besar. Mereka berharap pemerintah bisa memperbaiki tempat tinggal mereka yang hancur. Kalaupun tidak bisa, mereka minta direlokasi ke tempat yang lebih aman dari yang sekarang. (MAHDI MUHAMMAD) Post Date : 22 Februari 2005 |