Mereka Cuma Orang Biasa...

Sumber:Kompas - 18 Maret 2007
Kategori:Sampah Jakarta
Perubahan wajah Kali Sentiong, Kemayoran, Jakarta Pusat, tidak lepas dari hasil kerja keras Piryanto SH (46). Lelaki kelahiran Jakarta, 19 Desember 1960, ini membenahi kali karena prihatin melihat kehidupan masyarakat sekitar kali, termasuk orangtuanya, Hadi Sumasno (alm), yang sekitar 50 tahun hidup di pinggiran kali itu.

Dengan melibatkan campur tangan para Alumni Karang Taruna (Akar) Kelurahan Serdang RW 01, pria lajang ini berhasil menggerakkan warga sekitar untuk membersihkan dan menata kali.

Dalam kesehariannya, Piryanto adalah warga RW 01 Kelurahan Serdang, Kemayoran. Sejak lahir hingga saat ini ia tinggal di sekitar bantaran Kali Sentiong. Ketika mengenyam pendidikan di SMA, ia sudah aktif dalam kegiatan Karang Taruna.

Setelah kuliah, Piryanto aktif dalam berbagai kegiatan sosial di Kampus Universitas Jayakarta, Jakarta. Ia juga menghabiskan waktunya di lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi warga. Sekarang ia menjadi Pengurus Nasional Karang Taruna Bidang Bencana dan Lingkungan.

Piryanto lebih memilih bekerja untuk masyarakat daripada harus duduk di belakang meja.

Harini

Sebelum tahun 1985, nama Harini Bambang Wahono (76) tidak banyak dikenal orang. Ia hanyalah bagian dari salah satu warga di RT 07 RW 08 Banjarsari, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Awalnya, secara rutin mantan guru SD dan SMP itu mengundang sepuluh ibu rumah tangga yang diketahuinya buta huruf "ngobrol" di rumahnya. Sambil "mengajar" baca tulis, ia menerangkan pentingnya menjaga lingkungan bersih dan hijau.

Setelah hampir seperempat abad tinggal di Jalan Banjarsari XIV, nama perempuan kelahiran Solo, 25 November 1930, ini sudah melekat erat di telinga, mulai dari murid sekolah dasar sampai sekolah menegah atas, mahasiswa, aktivis PKK, kepala desa, aktivis lingkungan, profesor, sampai menteri. Bahkan, sepetak rumahnya yang sederhana kerap dikunjungi masyarakat dari berbagai kalangan, serta turis domestik dan mancanegara.

Semua itu terjadi setelah dia berhasil memberdayakan masyarakat di sekitarnya untuk mengelola sampah terpadu. Oleh Unesco, kampung seluas 1,65 hektar itu dijadikan potret kampung pertama yang sukses mengelola sampah.

Selanjutnya, hari-hari dari perempuan berusia senja ini tak pernah sepi dari beragam aktivitas, memberi materi pelatihan lingkungan, dan ceramah hingga melanglang buana ke berbagai negara.

Ia selalu menjadi narasumber manajemen pengelolaan sampah terpadu dari pemisahan sampah organik dan anorganik. Juga selalu diminta memberikan pelatihan pembuatan kompos sederhana, pengenalan tanaman obat, dan pembuatan kertas daur ulang.

Rumahnya menjadi tempat pelatihan (education corner) pengelolaan sampah terpadu sampai pengenalan tanaman obat. Istri Bambang Wahono yang eks-Tentara Pelajar ini bercerita mengenai obsesinya yang masih tersisa, yakni terus berkarya menghadirkan ijo royo-royo di mana saja.

"Suami saya berpesan, teruskan perjuanganmu. Jangan pernah menyerah," ujar Harini meniru ucapan mendiang suaminya yang pernah menjadi Ketua Rukun Warga (RW) 08 yang membawahi delapan RT. (PIN)



Post Date : 18 Maret 2007