|
Mata Hanah berkaca-kaca. Butiran-butiran air jatuh dari kelopak mata lelaki separuh baya itu. Hanah, kepala desa Aikmel Utara, Kecamatan Aikmel,Kabupaten Lombok Timur, NTB, memang tak kuasa menahan haru. Semula dirinya sedih karena Menteri Kesehatan,Siti Fadillah Supari, dikabarkan gagal berkunjung ke desanya. Namun kabar tersebut ternyata tidak terbukti. Menkes bersama sejumlah pejabat lintas sektoral pusat, Kamis (14/7) lalu mengunjungi Desa Aikmel Utara untuk meninjau sarana air bersih dan sanitasi yang dihasilkan dari Kegiatan WSLIC-2 (kegiatan di bidang air bersih dan sanitasi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan yang kurang/ tidak mendapat akses air bersih dan sanitasi dasar. Sehari sebelumnya, Menkes juga mengunjungi lokasi WSLIC-2 di Desa Keru, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat dan berdialog dengan masyarakat. Namun bagi Hanah dan warga desa, kegembiraan itu bukan hanya karena kedatangan Menkes dan rombongan."Kami kini merdeka dari penjajahan air. Selama bertahun-tahun kami kesulitan mendapat air bersih, kini kami bisa bebas mendapatkannya," ungkapnya di hadapan Menkes. Desa Aikmel Utara yang terletak di lereng Gunung Rinjani bagian utara, dulu memang kesulitan mendapat air besih. Di desa itu, hanya ada satu sumber air.Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari desa. Untuk mencapi sumber air tersebut, warga terpaksa harus berjalan kaki melewati medan terjal dan berbukit-bukit. Itu dilakukan tengah malam hingga mendekati Shubuh. Sesampai di sana pun, warga harus antri. Kondisi itu sangat membahayakan keselamatan. Apalagi dilakukan di tengah gelapnya malam."Dulu ada seorang ibu hamil yang meninggal dunia karena terjatuh atau terpeleset saat melewati tebing yang terjal ketika hendak mengambil air bersih, " imbuh Hanah yang menjabat Kepala Desa sejak tahun 1995.. Sulitnya mendapat air bersih membuat tingkat kesehatan masyarakat buruk. Ini ditambah dengan perilaku sebagian besar masyarakat yang belum sehat. Misalnya buang air besar di sembarang tempat, minum air yang belum dimasak, buang sampah di sembarang tempat, serta tidak cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar. Tidak hanya itu, masyarakat hanya mandi satu kali sehari. Dengan kondisi tersebut, desa yang dihuni 10.277 jiwa atau 2.899 kepala keluarga itu menjadi langganan penyakit diare. Bahkan data dari Puskesmas setempat, pada 2002 tercatat sebanyak 491 kasus diare terjadi di desa ini. Namun kini, Hanah bersama warga desanya bisa bernapas lega. Lewat kegiatan WSLIC-2 (Second Water and Sanitation for Low Income Communities), sarana air bersih bisa dibangun. Alhasil, warga tidak perlu harus berjalan di tengah malam untuk mendapatkan air bersih.Selain sarana air bersih, juga kegiatan peningkatan perilaku hidupbersih dan sehat di masyarakat dan sekolah dasar serta kegiatan Pemberdayaan masyarakat. Menurut Hanah, suatu hal yang membanggakan dari kegiatan WSLIC-2 ini adalah masyarakat mempunyai kewenangan penuh untuk mengelola kegiatan ini mulai dari identifikasi masalah, penyusunan rencana kegiatan, pengelolaan dana yang disalurkan langsung ke rekening Tim Kerja Masyarakat (TKM) di Bank. Dana untuk kegiatan ini yang berjumlah sekitar Rp.199 juta, 20% diantaranya merupakan kontribusi masyarakat berupai dana tunai 4% dan Inkind 16%. Selain itu, informasi penggunaan dana juga disampaikan kepada masyarakat luas melalui papan informasi dan TKM juga di audit oleh BPKP dan lhamdulillah kegiatan ini telah meningkatkan kemampuan masyarakat, dan telah memberi dampak terhadap kegiatan lainnya di desa ini. Hasil kegiatan WSLIC-2 ini telah diserahkan oleh Bupati Lombok Timur kepada masyarakat pada 12 Juli 2004 lalu. Saat ini sarana tersebut telah dikelola sendiri oleh masyarakat. Hasil musyawarah desa, masyarakat sepakat untuk tahap awal membayar iuran sebesar Rp 1.000 per bulan. Dana iuran digunakan untuk operasional, pemeliharaan, perbaikan, dan honor pengelola. Secara bertahap besarnya iuran tersebut akan disesuaikan kembali sehingga dapat membiayai kerusakan2 yang mungkin terjadi serta pengembangan kegiatan lainnya. Menkes, Siti Fadilah Supari meminta masyarakat untuk bersyukur karena telah mudah mendapat air bersih setelah kegiatan WSLIC-2. "Kalau kita bersyukur, Insya Allah Tuhan akan menambah nikmatnya. Permasalahan yang ada harus diselesaikan secara bersama-sama, musyawarah dan saling percaya. Bersama kita bisa," katanya. Pada saat meninjau salah satu jamban masyarakat, Menkes memberikan pesan khusus untuk meningkatkan akses sarana sanitasi sejalan dengan telah meningkatnya akses air bersihdi desa ini. Sebelum kegiatan WSLIC-2 masuk ke Desa Aikmel Utara, cakupan air bersih di desa ini hanya sekitar 10,38%, dibidang sanitasi hanya 12,47%. Dapat dibayangkan betapa susahnya memperoleh air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi lingkungan pemukiman juga memprihatinkan. Kebanyakan masyarakat buang air besar (BAB) tidak di jamban, 87 persen rumah belum memiliki jamban, kesehatan perorangan tidak terjaga. Kondisi demikianlah yang menyebabkan mereka menjadi langganan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, ISPA, TBC, kulit dan malaria. Kegiatan WSLIC-2 Desa Aikmel Utara dan Keru hanyalah sebagian kecil dari pelaksanaan kegiatan WSLIC-2. Kegiatan ini dilaksanakan di 8 provinsi, 35 kabupaten dan sekitar 2.000 desa. Jumlah warga yang tercakup sekitar 3,5 juta jiwa, demikian kata Zainal I.Nampira (Ketua CPMU WSLIC-2). Kegiatan ini perlu dilakukan karena kondisi air bersih dan sanitasi dasar masih sangat memprihatinkan. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang tercermin antara lain dari akses masyarakat tehadap air bersih dan sanitasi dasar. Data tahun 2002 menunjukan bahwa presentasi rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air yang layak dikonsumsi baru mencapai 50 persen. Sedangkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5 persen. Kondisi yang lebih buruk lagi dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen global untuk mewujudkan tujuan dan target MDGs (Millennium Development Goals), yakni mengurangi separuh dari proporsi penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar pada tahun 2015. Dalam Program Lingkungan Sehat, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, pemerintah bermaksud untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat, melalui beberapa pokok kegiatan antara lain penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar. Dalam hal ini pemerintah mengembangkan berbagai program kemitraan dengan melibatkan pihak swasta, LSM dan lembaga internasional untuk pendanaan serta dilakukan secara lintas sektor dan lintas program. Ini diwujudkan antara lain melalui kegiatan WSSLIC dan WSLIC-2. Agar pelaksanaan kegiatan mendapatkan dukungan secara politis, Pemerintah Pusat melibatkan DPR, DPRD dan Pemerintah Daerah terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Kegiatan WSLIC-2 mendapat pinjaman lunak (tanpa bunga) dari Bank Dunia melalui IDA-Credit dan grant (hibah) dari Pemerintah Australia melalui AusAID. Post Date : 19 Juli 2005 |