|
Dengan logat Jawa yang agak medhok, Ir Nusa Idaman Said MEng (47), bercerita perihal keprihatinannya terhadap kondisi air tanah di Jakarta. Ia menilai kesadaran masyarakat dan pengusaha di Jakarta untuk menjaga kualitas air tanah masih jauh panggang dari api. Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini, menyayangkan masih banyak orang membuang air limbah rumah tangga langsung ke saluran air. Padahal, kandungan lemak, minyak, kotoran manusia, air sabun, dan sebagainya dapat mencemari air tanah. Membuang limbah langsung ke saluran air juga membuat kualitas air tanah menurun sehingga semakin tidak layak untuk dikonsumsi dan digunakan. Begitu juga dengan pengusaha atau pengelola gedung perkantoran, pusat perbelanjaan ataupun rumah sakit, masih banyak yang belum memiliki instalasi pengolahan air limbah sesuai aturan yang ditentukan. Ia pun bersama tim peneliti dari bagian Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair BPPT, menciptakan teknologi pengolahan air limbah domestik rumah tangga. Teknologi berupa septic tank itu dapat berguna tidak hanya sebagai tempat penampungan sementara air limbah rumah tangga yang berasal dari toilet ataupun nontoilet, tapi juga mampu mengolah limbah tersebut sehingga menjadi ramah lingkungan. "Ketika limbah dibuang ke saluran air atau meresap ke air tanah tidak akan mencemari air tanah, karena sudah bersih," ia menjelaskan. Industri Kecil Septic tank yang saat ini banyak digunakan di rumah-rumah atau di perkantoran, menurut penilaiannya, hanya berfungsi sebagai tempat penampungan kotoran. Limbah cairnya langsung mengalir ke saluran air atau terserap ke dalam tanah. Tidak mengherankan hasil studi tim Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 1990 menunjukkan jumlah air limbah dari buangan rumah tangga di Jakarta rata-rata per orang per hari mencapai 118 liter. Bahkan, pada 2010 nanti diperkirakan meningkat menjadi 147 liter per hari. Dilihat dari segi jumlah, kontribusi air limbah domestik terhadap pencemaran air tanah di wilayah Jakarta mencapai sekitar 75 persen. Sedangkan pencemaran air limbah perkantoran dan daerah komersial sekitar 15 persen, dan air limbah industri hanya sekitar 10 persen. "Dilihat dari beban polutan organik, air limbah rumah tangga mencapai sekitar 70 persen, kontribusi air limbah perkantoran sekitar 14 persen, dan air limbah industri memberikan kontribusi 16 persen," tutur Nusa. Jika masalah pencemaran air tanah tidak ditangani secara serius, beberapa tahun ke depan air tanah di Jakarta tidak ada lagi yang bisa digunakan, Nusa mengingatkan. Teknologi pengolahan septic tank yang berhasil diciptakan timnya, kata Nusa, merupakan kombinasi biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob itu, selain dapat menurunkan zat organik yang terkandung pada limbah cair, juga dapat menurunkan konsentrasi ammonia, deterjen, padatan tersuspensi, fosfat, dan lainnya, sehingga aman bagi air tanah. Teknologi biofilter, juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah, sehingga air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri Escherichia coli yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada manusia akan berkurang konsentrasinya. "Sistem biofilter anaerob-aerob ini sangat sederhana. Pengoperasiannya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta hanya membutuhkan energi yang sedikit. Proses ini cocok untuk digunakan dalam mengolah air limbah rumah tangga dalam kapasitas yang tidak terlalu besar," ia menjelaskan. Permasalahannya, masyarakat harus bersedia membongkar septic tank di rumahnya, dan mengganti dengan septic tank berteknologi kombinasi biofilter anaerob-aerob dari bahan fiberglass atau bahan beton cor. "Itu tentu menyebabkan biaya pemasangan septic tank baru ini menjadi membengkak. Karena si empunya rumah harus membongkar septic tank lamanya yang tentu sudah disemen atau dilapis keramik. Dan setelah itu keramik yang telah dibongkar itu harus dipasang kembali," katanya. Meski begitu ia berharap, masyarakat tidak keberatan menggunakan septic tank baru yang lebih ramah lingkungan ini. Karena jika teknologi ini tidak segera digunakan, pencemaran air tanah akibat limbah cair domestik dari tahun ke tahun akan semakin parah. "Septic tank fiberglass ini nantinya bisa diproduksi oleh home industry karena mudah dibuatnya, sehingga juga diharapkan bisa membangkitkan industri kecil di Tanah Air," ia menegaskan. Obsesi Nusa, anak kedelapan dari sebelas bersaudara yang dilahirkan di Jombang, 4 Mei 1959, memang menyimpan obsesi. "Ingin melihat Indonesia ini bersih," katanya, tertawa. Ia menapak di jalur yang benar, rupanya. Selepas menekuni ilmu teknik kimia dari Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya, ia memperdalam ilmu di Jepang, mengambil Program Master di bidang Environmental and Sanitary Engineering di Universitas Kyoto. Septic tank aman bagi lingkungan ini tentu bukan satu-satunya penelitian yang ia geluti. Sehari-hari ia berkutat dengan permasalahan teknologi pengolahan air, termasuk mengolah air asin agar bisa dikonsumsi warga daerah pesisir. Ia juga menekuni penelitian menyangkut penanganan sampah. "Penanganannya sebetulnya mudah, tapi dibikin sulit," ujarnya, tertawa. Nusa, yang mempersunting Ratnawati, dikaruniai dua putri, yakni Miranti Intan Rahmani (16), dan Rininta Permata Nariswari (9). [Pembaruan/ Yumeldasari Chaniago] Post Date : 04 April 2006 |