Menyulap Sampah Menjadi Rupiah

Sumber:Koran Tempo - 12 April 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

YOGYAKARTA - Sampah identik dengan kotor dan bau. Tapi di Perumnas Minomartani, Sleman, para ibu rumah tangga menjadi aktivis lingkungan dengan tangan belepotan kotoran sampah. Kemudian mereka menyulap sampah menjadi benda fungsional yang estetik.

Tengoklah kegiatan sehari-hari Asih Nuryani, 39 tahun. Bak seorang pemulung ia tekun memisahkan sampah organik dengan non-organik. Limbah non-organik ia simpan, sedangkan yang organik ia buang. Hasilnya berlembar-lembar limbah plastik bekas kemasan makanan dan minuman dalam berbagai ukuran. Dari bahan inilah ia membuat tas, boneka, payung, dan sandal kamar. Untuk tas ukuran besar ia perlu plastik bening guna melapisi bungkus kopi atau kemasan minuman berukuran kecil dengan dilem dan dijahit.

Benda kerajinan ini tentu dijual. Harganya pun bersaing, mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu. Keuntungannya menggiurkan. Misalnya, modal membuat tas cuma Rp 15 ribu, termasuk harga komponen limbah plastik yang ia beli cuma Rp 4.000 per kilogram. Tapi tas itu bisa ia jual seharga Rp 50 ribu. Penghasilan itu tak lagi sekadar tambahan penghasilan suaminya sebagai sopir di TNI Angkatan Udara.

Tak mengherankan jika ibu tiga anak itu mulai kewalahan menerima order. Dengan dibantu lima pegawai, ia menggarap pesanan dari luar negeri yang ia kirim sebulan sekali ke Singapura, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris. Omzetnya sekali kirim puluhan juta rupiah. Kadang ada juga turis asing nyasar ke rumahnya. "Kalau orang Inggris yang datang, harga tinggi pun tak jadi masalah," kata Asih. Selain itu, ia menyetor kepada Koperasi Anggrek Mekar. Di koperasi itu Asih terdaftar sebagai anggota.

Semua cerita sukses Asih berawal dari Koperasi Anggrek Mekar yang berdiri pada 2002 di Perumnas Minomartani. Anggota koperasi yang terdiri atas ibu-ibu rumah tangga itu berinisiatif memanfaatkan limbah menjadi benda kerajinan. Mereka memanfaatkan limbah kering berupa plastik dan kaca untuk membuat boneka dari kemasan minuman berukuran kecil dan kulit telur. Mereka juga membuat tas dari kemasan kopi.

Kegiatan anggota koperasi semakin luas setelah aktivis PKK RW 01 Perumnas Minomartani menggelar lomba kreativitas pengolahan limbah non-organik pada 2006. Ternyata muncul banyak ide kreatif warga yang belakangan mendorong mereka terlibat mengolah limbah non-organik. "Setelah lomba, sejumlah warga terlibat intensif mengolah sampah non-organik," ujar ketua koperasi, Kiptiyah Sudibyakto.

Bahkan, katanya, banyak anak-anak antusias membuat kerajinan dari sampah organik. Menurut Kiptiyah, kegiatan ini membuat anak-anak sadar akan pentingnya kebersihan dan pemanfaatan barang yang dianggap tak berguna lagi menjadi barang yang mendatangkan uang.

Koperasi juga berfungsi sebagai penampung sampah non-organik, selain menampung hasil produksi anggota dan tempat pelatihan. "Pemasaran lewat koperasi biasanya saat tamu datang atau saat kami memberikan pelatihan di tempat lain, pasti laku," kata Kiptiyah. Harganya dari Rp 2.500 hingga ratusan ribu rupiah. Misalnya boneka yang dibalut pakaian dari bahan kemasan detergen diberi label harga Rp 250 ribu. Hingga kini aset Koperasi Anggrek Mekar mencapai Rp 2 miliar dengan jumlah anggota 797 orang.

Selain itu, katanya, koperasi bekerja sama dengan PKK dalam program pendidikan kesehatan lingkungan. "Kami juga mengolah sampah organik untuk pupuk kompos," katanya. Beberapa tahun belakangan, koperasi intensif mengelola sampah, bahkan kini sudah punya alat pengolah sampah organik untuk mengolah daun.

Selama ini Koperasi Anggrek Mekar kerap diminta memberikan pelatihan di luar daerah tentang pengolahan sampah non-organik dan organik. Menurut Kiptiyah, program pengolahan sampah ini merupakan wujud nyata tekad warga menciptakan lingkungan bersih dan sehat. "Ini langkah nyata kami mengurangi global warming," kata Kiptiyah.

Kreativitas anggota Koperasi Anggrek Mekar sebenarnya merupakan salah satu solusi penanganan masalah sampah di Kabupaten Sleman. Saat ini produksi sampah di Kabupaten Sleman mencapai 3.000 meter kubik per hari. Menurut Bupati Sleman Ibnu Subiyanto, saat ini pemerintah kabupaten punya berbagai sarana pengolahan sampah, antara lain berupa 21 unit armada pengangkut sampah, 7 transfer depo, 34 tempat pembuangan sampah, dan 34 kontainer sampah. Dengan sarana tersebut, pemerintah Kabupaten Sleman berupaya melayani masyarakat mengelola sampah. "Saya berharap kepada masyarakat untuk selalu peduli terhadap permasalahan sampah," kata Ibnu. SYAIFULLAH



Post Date : 12 April 2008