|
BAGI masyarakat yang tinggal di daerah tandus, musim kemarau menimbulkan sejumlah masalah, terutama kebutuhan air bersih. Air bersih menjadi barang mahal karena sumber air semakin mengering. Untuk mencukupi kebutuhan itu, mereka harus membeli. Sebaliknya pada musim hujan, mereka sibuk menampung air. Pemandangan seperti itu sering kali terlihat di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada musim kemarau, untuk membeli air bersih, mereka terpaksa mengeluarkan dana hingga Rp150 ribu per tangki berisi 5.000 liter. Kini, masyarakat di daerah itu boleh sedikit lega. Terutama masyarakat yang tinggal di Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari. Pasalnya, sumber air di Gua Plawan di daerah itu sudah dieksploitasi menggunakan energi terbarukan dengan pompa air tenaga surya (PATS). Instalasi pengangkatan air di Gua Plawan yang menggunakan tenaga panas matahari itu adalah yang terbesar di Indonesia karena menggunakan 240 panel sel surya dengan teknologi solar tracker. Teknologi itu bekerja selama 8 jam sehari dan mampu mengangkut air ke reservoir yang berkapasitas 50 meter kubik. Air diangkat hingga ke penampungan yang disebut reservoir booster dari Gua Plawan menggunakan lima pompa submersible yang berada di dasar gua. Adapun distribusi ke rumah warga dilakukan dengan memanfaatkan gravitasi yakni menempatkan reservoir utama di Giri Ati-ati, puncak bukit tertinggi. Debit air yang bisa disalurkan dari Gua Plawan ke reservoir utama sebanyak 30-40 liter/detik. "Dengan terpasangnya instalasi pengangkatan air ini, penduduk Desa Giricahyo yang jumlahnya sekitar 4.000 jiwa pun dapat tersuplai air bersih dengan debit 4 liter/detik," kata tim ahli eksploitasi air Gua Plawan, Faisal Fathani. Proyek multiyear yang diinisiasi sejak 2005 itu sangat membantu masyarakat Desa Giricahyo. Mereka tidak lagi disulitkan mengambil air di Gua Plawan yang memiliki kedalaman 107 meter. Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ada di balik pembuatan PATS itu melalui program kuliah kerja nyata pembelajaran pemberdayaan masyarakat (KKN-PPM) pada pertengahan 2006. Proyek itu menyerap dana APBN sekitar Rp1,6 miliar. Sementara itu, APBD Rp290 juta (2006), Rp300 juta (2007), dan Rp113 juta (2008). Proyek yang diresmikan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo itu juga menjadi percontohan karena mampu mengintegrasikan konsep pembangunan fisik dan instalasi sistem sosial. Pembangunan fisik diwujudkan dalam bentuk pembangunan instalasi pengangkatan air bersih menggunakan PATS. Sementara itu, pembangunan sistem sosial ditandai dengan pembentukan organisasi pengelola air berbasis masyarakat. Yaitu organisasi pengelola air bersih tingkat desa yang bernama Organisasi Kelola Air Mandiri (OKAM). (Sulistiono/N-1) Post Date : 25 Juli 2008 |