Melalui tiga prinsip dasar, akan dihasilkan sebuah pengelolaan DAS berkelanjutan yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat
Jakarta. Menurut dara dari Departemen Kehutanan, pada tahun 2007, 62 dari 420 Daerah Aliran Sungai (DAS) berstatus kritis, sebuah kondisi yang turut menyebabkan defisit air di Pulau Jawa mencapai 32.347 juta meter kubik.
Lebih dari sekedar angka, dampak yang ditimbulkan dari DAS kritis pada lingkungan adalah beragam bencana dan kondisi kritis mulai dari erosi, banjir, tanah longsor, sampai hilangnya sumber-sumber mata air, kekeringan, dan perubahan fungsi lahan.
Dengan kata lain, DAS yang kritis juga menyebabkan kehidupan masyarakat terganggu. Pasokan air yang menurun misalnya, membuat masyarakat sekitar DAS mencari sumber-sumber air lain, termasuk membeli dari para pengecer. Pengeluaran mereka pun bertambah, padahal penghasilan belum tentu meningkat.
Data-data kerusakan sosial dan ekonomi selama ini telah menunjukkan bahwa alam telah memberikan sinyal peringatan sebelum bencana terjadi, sebuah fenomena yang lazim disebut “Early Warning System.” Frekuensi terjadinya bencana alam adalah variabel penting yang dapat dijadikan prinsip dasar dalam pengelolaan DAS. Apabila alam sudah memberikan tanda-tanda awal pertanda sumberdaya air tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia, maka kita harus segera memikirkan upaya-upaya perlindungan sumberdaya air melalui pengelolaan DAS yang terpadu.
Tak cukup upaya proteksi saja. Dengan meningkatnya ancaman pemanasan global pada sektor kehutanan dan pertanian, pasokan air bagi masyarakat juga terancam. Sehingga, perlu diupayakan pola tanam yang mampu beradaptasi dengan iklim. Dengan mengandalkan pada adaptasi perubahan iklim perlu diupayakan. Maka, prinsip kedua pengelolaan DAS terpadu adalah upaya proteksi, adaptasi dan mitigasi yang condong pada kegiatan-kegiatan bersifat penanganan.
Prinsip ketiga adalah “Sustainable resources use management” atau pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan. Artinya, setiap upaya proteksi, rehabilitasi dan adaptasi yang dilakukan hendaknya melibatkan masyarakat secara aktif contohnya dengan membentuk komunitas lokal atau forum DAS yang turun langsung melakukan kegiatan proteksi, perlindungan dan rehabilitasi lahan DAS.
Sumber : Monique Sumampow, ESP Jakarta.
Post Date : 19 Agustus 2009
|