|
Leuwigajah Bandung, Kompas - Dalam tragedi longsor di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah, posisi Pemerintah Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Pemkab Bandung di hadapan hukum tidak kuat. Pasalnya, TPA tersebut tidak melakukan analisis mengenai dampak lingkungan untuk mengelola sampah dengan sistem open dumping atau penumpukan. Demikian dikatakan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Sabtu (5/3), saat meninjau lokasi longsor sampah TPA Leuwigajah, Kampung Pojok, Desa Cireundeu, Kecamatan Leuwigajah, Kota Cimahi. Rachmat menilai ada pelanggaran dalam pengelolaan TPA Leuwigajah. "Pengelolaan sampah open dumping di TPA ini tidak pakai amdal," ujarnya. "Tahun 1987 memang ada amdal, tetapi untuk sistem sanitary landfill. Sistem ini hanya dijalankan dua tahun. Setelah itu entah apa alasannya, dilakukan open dumping," ujar Gempur Adnan, Deputi Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Kewilayahan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Sanitary landfill adalah pengelolaan sampah dengan cara menutup sampah dengan tanah yang dipadatkan. Amdal harus dikaji secara periodik untuk menghitung standar teknik produksi dan lingkungan, juga dilihat perubahan masyarakatnya. Karena tidak ada amdal, ujar Rachmat, posisi ketiga pemerintah daerah yang membuang sampah ke TPA itu tidak kuat. Soal siapa yang paling bertanggung jawab atas tragedi itu, Rachmat berujar, "Siapa, ya? Ada Cimahi, Kota dan Kabupaten Bandung. Di antara mereka itulah. Ketiga-tiganya." Mengenai keinginan masyarakat melancarkan class action, Rachmat juga menghormati keinginan masyarakat melakukan class action. Ia mengatakan, "Kita hormati. Kita lihat bagaimana tuntutannya, dan pada siapa menuntutnya." Dia juga mengingatkan pemda memerhatikan penampungan para korban. Dia menilai, pengelolaan open dumping Leuwigajah merupakan sikap pintar-pintar bodoh karena menghemat sedikit namun merugi banyak. Apalagi longsor di lokasi yang sama tahun 1994 tidak disusul dengan antisipasi. Ia juga meminta pemda mengubah paradigma berpikir tentang sampah yang selama ini dinilai tidak perlu diperhatikan sehingga anggarannya tidak dicukupkan. Dia mengatakan akan meminta deputinya mencari solusi yang bermanfaat untuk masyarakat dan membuat rencana tata lingkungan lainnya di Leuwigajah. Pihaknya akan menginventarisasi TPA dengan sistem open dumping yang memiliki kemiringan lereng curam. Seusai melakukan peninjauan di TPA Leuwigajah, Rachmat menuju Kampung Ampera, Desa Jayagiri, Kabupaten Bandung, yang juga terjadi longsor sampah dengan korban jiwa. Ia menyarankan masyarakat di lereng dipindahkan. Dia meminta pemda bertindak tegas jika ada masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. Kirim 100 meter kubik Pascabencana di Leuwigajah, setiap hari sebanyak 100 meter kubik sampah dari Kota Cimahi dibuang ke TPA Jelekong milik Kota Bandung. Hal itu diungkapkan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Cimahi Encep Syaefulloh seusai perbincangan "Solusi Penanganan Sampah TPA Leuwigajah-Batujajar", di Monumen Perjuangan Rakyat Jabar di Bandung, Minggu. TPA Jelekong adalah satu-satunya alternatif TPA sampah dari Kota Cimahi. Sisa sampah, dari 1.150 meter kubik sampah per hari di Kota Cimahi kini dibuang ke 53 tempat pembuangan sementara sampah (TPS). Pemerintah Daerah Bandung mengurangi sampahnya dari sebanyak 150 truk menjadi 140 truk ke TPA Jelekong. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Arlina Gumilar mengatakan, untuk mengurangi penumpukan sampah di TPS, pihaknya mulai menerapkan pengolahan sampah dengan sistem pengomposan dan pengepresan manual. Untuk membuat lokasi baru TPA, Kota Cimahi kesulitan mencari lokasi karena wilayahnya yang sempit. (LKT/Y09) Post Date : 07 Maret 2005 |