|
Jakarta, Kompas - Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan dapat memahami kekhawatiran masyarakat sekitar mengenai dampak negatif yang mungkin timbul dari Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) Bojong. Meskipun demikian, ia menyayangkan tindakan masyarakat yang menyebabkan kerusakan. "Sebenarnya saya berharap masyarakat tidak bereaksi begitu keras. Sebab, masih ada peluang negosiasi dengan pelaksana proyek tersebut dan pemerintah daerah," kata Rachmat seusai acara halalbihalal di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Selasa (23/11). Aksi perusakan di TPST Bojong oleh warga di sekitarnya berawal dari rencana peresmian TPST itu, Senin lalu. Warga menolak keberadaan TPST itu karena khawatir pengoperasiannya akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Menurut Rachmat, tempat pengolahan atau pemusnahan sampah memang rawan terhadap kehidupan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian, seharusnya dilakukan persiapan yang matang, terutama sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat di sekitar TPST itu. Ia menambahkan, jika misalnya TPST itu tidak akan mengeluarkan bau atau tidak akan meninggalkan ceceran sampah saat beroperasi kelak, seharusnya dijelaskan secara gamblang seperti itu kepada masyarakat. "Jadi, inti masalahnya adalah sosialisasi yang masih kurang. Tidak cukup bahwa pengoperasian TPST itu telah memenuhi aspek formalitas, tetapi perlu pendekatan kepada masyarakat," ujarnya. Rachmat mengatakan, TPST memang tidak sefatal polusi akibat limbah industri. Akan tetapi, kehadiran TPST itu bisa saja dirasakan sangat mengganggu kenyamanan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tanpa konsultasi Menyusul peristiwa di TPST Bojong yang mengakibatkan sedikitnya lima warga menderita luka tembak-menurut versi organisasi nonpemerintah (ornop) tujuh warga tertembak- sejumlah ornop mengeluarkan pernyataan bersama. Mereka antara lain adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Walhi Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), dan Imparsial. Ornop mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki dugaan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian. Mereka juga menuntut agar 33 warga yang ditahan segera dibebaskan beserta tujuh warga yang mengalami luka tembak. Menurut ornop, sejak tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah dengan sepihak menetapkan kawasan TPST seluas 35 hektar di Bojong. Penetapan itu dilakukan tanpa konsultasi maupun musyawarah dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Intervensi KLH Rachmat menjelaskan, masalah pengelolaan sampah berada di daerah provinsi dan kota. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) hanya menetapkan standar dan prosedur pengelolaannya serta memantau pelaksanaannya. "Kita tidak bisa mengintervensi kalau itu masih dapat diselesaikan pada tingkat provinsi atau kota. Kalau masalahnya sudah menjadi masalah nasional, baru kami turun," kata Rachmat. Deputi Menneg LH Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan LH Masnellyarti Hilman menambahkan, masalah pengelolaan limbah, baik limbah domestik maupun limbah industri, telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No 23/1997 tentang Pengelolaan Limbah. Namun begitu, kata Masnellyarti, masih dibutuhkan penjabarannya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). "Kalau kita baca UU itu, pengertian limbah termasuk limbah domestik. Hanya saja deskripsi tentang limbah rumah tangga itu masih harus dijabarkan dalam peraturan pemerintah," ungkapnya. (LAM) Post Date : 24 November 2004 |